Jumat, 21 Oktober 2016

Teks Argumentasi

Dulu Sawah Sekarang Kawah
            Indonesia adalah negara agraris dengan kekayaan dalam bidang pertanian yang melimpah. Bukan sebuah istilah belaka, tapi memang sebuah fakta bahwa di Indonesia banyak sekali sawah. Dan Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor produk pertanian terbanyak. Sayangnya, karena pesatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk, banyak terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan, pertokoan, dll.
            Pemerintah kurang tanggap dalam menyikapi hal ini, padahal seharusya pemerintah peka atas masa depan Indonesia tentang pertaniannya. Lahan pertanian seperti sawah seharusnya bisa dijadikan sebagai sumber pangan bangsa Indonesia. Seharusnya dengan banyaknya lahan sawah di Indonesia, itu bisa mencukupi sebagian besar kebutuhan warga negara Indonesia. Namun, faktanya beras saja masih import dari luar negeri. Maka jangan salahkan petani bila beras tidak mencukupi kebutuhan.
            Lahan sawah tidak hanya penting sebagai penghasil padi dan palawija yang merupakan barang privat (privat goods) yang memberikan keuntungan kepada petani, tetapi juga memberikan barang dan jasa publik (public services) yang dikenal dengan istilah multifungsi. Lahan sawah juga berfungsi sebagai mitigasi banjir, mendaur ulang air, pengendali atau pengontrol erosi, mitigasi peningkatan suhu udara, dan mendaur ulang limbah organik. Hijaunya alam, indahnya pemandangan di sawah, menjadi daya tarik tersendiri bagi orang orang. Namun, seiring berkembangnya zaman dan bertambahnya populasi penduduk, alih fungsi lahan sawah sulit untuk dibendung. Banyak petani yang menjual sawahnya untuk dibangun menjadi pemukiman, pertokoan, kawah pertambangan, dll.
            Datangnya dua perusahaan tambang biji besi di Kabupaten Solok, Sumatra Barat menjadikan 222 hektar lahan pertanian terancam. Perusahaan tersebut akan membabat habis lahan lahan di sana demi kelancaran mereka untuk menambang. Sungguh ironi sekali daerah Kabupaten Solok kehilangan sebagian besar sawahnya untuk dijadikan lahan tambang, padahal Kabupaten Solok merupakan salah satu daerah yang mempunyai sawah terbesar. Hal ini juga menjadi perdebatan antara masyarakat daerah sekitar dengan pemerintah daerah,
            Di Kabupaten Sijunjung,  sekitar 548 hektare persawahan sudah dikonversi menjadi pertambangan emas. Di Kabupaten Pasaman Barat, sekitar 11.000 hektare lahan sebagai areal pertambangan, Kabupaten Pesisir Selatan 320 hektare. Lalu, di Kabupaten Solok Selatan sekitar 274 hektare dan Kabupaten Dharmasraya  sekitar 22.509 hektare lahan siap jadi pertambangan. Masih banyak lagi sawah sawah di Indonesia yang siap dilenyapkan dan terganti dengan lahan tambang, perumahan, pertokoan. Mungkin, di masa yang akan dating masyarakat akan bertani di teras rumah mereka, atau dengan menggunakan sistim hidroponik.
            Indonesia dengan julukan “Negara Agraris” seharusnya bisa mempertahankan kekayaan lahan pertaniannya nan indah, namun pemerintah pusat dan pemerintah daerah mungkin mempunyai pemikiran lain. Mereka lebih suka mengeksploitasi sumber daya alam tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi. Mereka lebih suka menghanguskan hutan, merobek lahan pertanian menjadi lahan pertambangan.
            Bisa apa para petani? Para investor perusahaan tambang yang sudah mempunyai izin untuk mengeksploitasi lahan sawah melawa para petani yang memegang cangkul saja. Padahal sawah adalah tempat mereka mencari rezeki, sekarang karena lahan mereka sudah berubah, banyak sekali pengangguran dimana mana. Kalau di Indonesia para penganggur itu mendapat gaji seperti di Arab Saudi sih tidak apa apa. Tapi di Indonesia, dimana dia berkuasa disitu dia akan menang.
            Memang sekarang perkembangan industry semakin pesat, ini menjadikan usaha tambang menjadi banyak juga. Pius Ginting, Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Nasional, mengatakan, biaya politik yang mahal untuk menjadi seorang pejabat kepala daerah kerap mengorbankan SDA. “Dengan dalih peningkatan pendapatan daerah membukakan keran investasi tanpa mempedulikan keberlanjutan umur SDA itu.”
            Apakah atas dasar itu bisa semena mena mengubah lahan sawah menjadi tambang? Perusahaan penggali tambang hanya memikirkan ke egoisannya sendiri. Lahan bekas tambang ditinggalkan begitu saja tanpa memikirkan masyarakan sekitar. Sedang masyarakat sekitar mengalami kerugian tak terhingga, seperti tanah yang dulu jadi lahan pertanian atau sumber ekonomi, tidak lagi dapat diusahakan. Bahkan, muncul penyakit baru yang dulu tidak pernah dialami di wilayah itu, kerusakan ekologis, tercemar tata air setempat dan lain-lain.
            Begitulah, keadaan Indonesia saat ini. Julukan “Negara Agraris” kini berubah menjadi “Negara Tambangris” . Harapan masyarakat kecil semoga pemerintah bisa sadar akan hal ini. Paling tidak ada solusi untuk mengatasi permasalahan ini.


Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL
PESERTA DIDIK


1.    Perkembangan Moral
Pengertian Perkembangan Moral Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai pengertian dari perkembangan moral akan lebih baik kita terlebih dahulu memahami satu persatu suku katanya, kata pertama yaitu mengenai perkembangan dan kata kedua yaitu moral, agar pemahaman kita mengenai pengertian perkembangan moral bisa lebih optimal.

a.    Pengertian Perkembangan
Karena kata perkembangan sangat penting sehingga banyak para ahli ikut berkontribusi dalam mengartikan kata perkembangan, antara lain:
·         Seifert & Hoffnung (1994) Perkembangan adalah “long-term changes in a person’s growth, feelings, pettens of thinking, social relationship, and motor skills”. Reni Akbar Hawadi (2001) Perkembanga secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru.

b.    Pengertian Moral
Secara etimologi istilah moral berasal dari bahasa Latin mos, moris (adat, istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan) mores (adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak) Banyak ahli menyumbangkan pemikirannya untuk mengartikan kata moral secara terminologi.   
·         Dagobert D. Runes : Moral adalah hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang baik sebagai “kewajiban” atau “norma”.
·         Helden (1977) dan Richards (1971) : Moral adalah suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan-tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip-prinsip dan aturan-aturan.
·         Atkinson (1969) : Moral merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan Perilaku tak bermoral ialah perilaku yang tidak sesuai dengan harapan yang sesuai dengan harapan sosial yang disebabkan dengan ketidaksetujuan dengan standar sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri.sementara itu perilaku amoral atau nonmoral adalah perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial, akan tetapi hal itu lebih disebabkan oleh ketidak acuhan terhadap harapan kelompok sosial dari pada pelanggaran sengaja terhadap standar kelompok.

c.    Pengertian Perkembangan Moral
Setelah kita mengetahui arti dari kedua suku kata yaitu perkembangan dan moral maka selanjutnya yaitu kita muali memahami arti dari gamungan dua kata tersebut “Perkembangan Moral” Santrock (1995) Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tata cara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial.
Tingkah laku yang bermoral merupakan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai tata cara/adat yang terdapat dalam kelompok atau masyarakat. Nilai-nilai moral tersebut tidak sama tergantung dari faktor kebudayaan setempat. Nilai moral merupakan sesuatu yang bukan diperoleh dari lahir melainkan dari luar.

d.    Perkembangan Moral Menurut Beberapa Pakar
Usia Sekolah Dasar merupakan tahun-tahun imajinasi atau keajaiban bagi anak. Berikut ini pendapat para ahli tentang perkembangan moral, yaitu :
·      Menurut Piaget
Anak usia 5 tahun masih menilai benar dan salah secara kaku, disebut tahap moralitas heteronomous (heteronomous morality). Pada usia sekitar 11 tahun, proses berpikirnya sudah mulai berkembang sehingga penilaian benar dan salah menjadi relatif.
·         Menurut Kohlberg
Tingkat pertama, anak mengikuti semua peraturan yang telah ditentukan dengan harapan dapat mengambil hati orang lain dan dapat diterima dalam kelompok (moralitas anak baik). Tahap kedua, anak menyesuaikan diri pada aturan-aturan yang ada dalam kelompok dan disepakati bersama oleh kelompok tersebut (moralitas konvensional atau moralitas dari aturan-aturan).
e.    Faktor-faktor yang mempengaruhi moral, antara lain :
§  Lingkungan rumah
§  Lingkungan sekolah
§  Teman sebaya dan aktivitas
§  Intelegensi dan jenis kelamin

2.    Teori Psikoanalisa tentang Perkembangan Moral
Teori-teori perkembangan moral :
1.    Teori Psikoanalisa
Perkembangan moral adalah proses internalisasi norma-norma masyarakat dan kematangan organic biologic.
Seseorang telah mengembangkan aspek moral bila telah menginternalisasikan aturan-aturan atau kaidah-kaidah kehidupan di dalam masyarakat dan dapat mengaktualisasikan dalam perilaku yang terus-menerus atau dengan kata lain telah menetap.
Menurut teori psikoanalisa perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan sebagai kematangan dari sudut organic biologic.

2.      Menurut teori psikologi belajar
Perkembangan moral dipandang sebagai hasil rangkaian stimulus respons yang dipelajari oleh anak, antara lain berupa hukuman dan hadiah yang sering dialami oleh anak.

3.      Konsep teori belajar dan psikoanalisa
Konsep ke dua teori, tentang proses perkembangan moral adalah bahwa seseorang telah mengalami perkembangan moral apabila ia memperlihatkan adanya perilaku yang sesuai dengan aturan-aturan yang ada didalam masyarakatnya. Dengan kata lain perkembangan moral berkorelasi dengan kemampuan penyesuaian diri individu.

4.    Menurut Piaget dan Kohlberg
Menurut mereka perkembangan moral berkorelasi dengan perkembangan kecerdasan individu, sehingga seharusnya bila perkebangan kecerdasan telah mencapai kematangan, maka perkembangan moral juga harus mencapai tingkat kematangan.

3.    Perkembangan Spritual (Agama)
Spiritual adalah suatu ragam konsep kesadaran individu akan makna hidup, yang memungkinkan individu berpikir secara kontekstual dan transformatif sehingga kita merasa sebagai satu pribadi yang utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual. Kecerdasan sepiritual merupakan sumber dari kebijaksanaan dan kesadaran akan nilai dan makna hidup, serta memungkinkan secara kreatif menemukan dan mengembangkan nilai-nilai dan makna baru dalam kehidupan individu. Kecerdasan spiritual juga mampu menumbuhkan kesadaran bahwa manusia memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri secara bertanggungjawab dan mampu memiliki wawasan mengenai kehidupan serta memungkinkan menciptakan secara kreatif karya-karya baru.. Sedngkan ingersol dalam Desmita (2009:264) menyatakan, spiritualitas sebagai wujud karakter spiritual, kualitas atau sifat dasar dan upaya dalam berhubungan atau bersatu dengan tuhan.
Sehingga dapat diartikan bahwa, kecerdasan spiritual sebagai bagian dari psikologi memandang bahwa seseorang yang beragama belum tentu memiliki kecerdasan spiritual. Namun sebaliknya, bisa jadi seseorang yang humanis-non-agamis memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, sehingga sikap hidupnya inklusif, setuju dalam perbedaan (agree in disagreement), dan penuh toleran. Hal itu menunjukkan bahwa makna "spirituality" (keruhanian) disini tidak selalu berarti agama atau bertuhan. Sehingga dari kuti-kutipan diatas penulis memilih judul proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik karena, proses merupakan suatu hal yang sangat penting, dimana sangat menentukan hasil atau pencaapain puncak dan akhirnya.

Proses Perkembangan Spiritual Peserta Didik
Teori Fowler dalam Desmita (2009:279) mengusulkan tahap perkembangan spiritual dan keyakinan dapat berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intlektual dan emosional yang dicapai oleh seseorang. Dan ketujuh tahap perkembangan agama itu adalah :
1.      Tahap prima faith. Tahap keprcayaan ini terjadi pada usia 0-2 tahun yang ditandai dengan rasa percaya dan setia anak pada pengasuhnya. Kepercayaan ini tumbuh dari pengalaman relasi mutual. Berupa saling memberi dan menerima yang diritualisasikan dalam interaksi antara anak  dan pengasuhnya.
2.      Tahap intuitive-projective, yang berlangsung antara usia 2-7 tahun. pada tahap ini kepercayaan anak bersifat peniruan, karena kepercayaan yang dimilikinya masih merupakan gabungan hasil pengajaran dan contoh-contoh signivikan dari orang dewasa, anak kemudian berhasil merangsang, membentuk, menyalurkan dan mengarahkan perhatian seponten serta gambaran intuitif  dan proyektifnya pada ilahi.
3.      Tahap mythic-literal faith, Dimulai dari usia 7-11 tahun. pada tahap ini, sesuai dengan tahap kongnitifnya, anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya. Gambaran tentang tuhan diibaratkan sebagai seorang pribadi, orangtua atau penguasa, yang bertindak dengan sikap memerhatikan secara konsekuen, tegas dan jika perlu tegas. 
4.      Tahap synthetic-conventional faith, yang terjadi pada usia 12-akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang simbolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran. Sistem kepercayaan remaja mencerminkan pola kepercayaan masyarakat pada umumnya, namun kesadaran kritisnya sesuai dengan tahap operasional formal, sehingga menjadikan remaja melakukan kritik atas ajaran-ajaran yang diberikan oleh lembaga keagamaan resmi kepadanya. Pada tahap ini, remaja juga mulai mencapai pengalaman bersatu dengan yang transenden melalui symbol dan upacara keagamaan yang dianggap sacral. Symbol-simbol identik kedalaman arti itu sendiri. Allah dipandang sebagai “pribadi lain” yang berperan penting dalam kehidupan mereka. Lebih dari itu, Allah dipandang sebagai sahabat yang paling intim, yang tanpa syarat. Selanjutnya muncul pengakuan bahwa allah lebih dekat dengan dirinya sendiri. Kesadaran ini kemudian memunculkan pengakuan rasa komitmen dalam diri remaja terhadap sang khalik.
5.      Tahap individuative- reflective faith, yang terjadi pada usia 19 tahun atau pada masa dewasa awal, pada tahap in8i mulai muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab individual terhadap kepercayaan tersebut. Pengalaman personal pada tahap ini memainkan peranan penting dalam kepercayaan seseorang. Menurut Fowler dalam Desmita (2009:280) pada tahap ini ditandai dengan :
Ø  Adanya kesadaran terhadap relativitas pandangan dunia yang diberikan orang lain, individu mengambil jarak kritis terhadap asumsi-asumsi sistem nilai terdahulu.
Ø  Mengabaikan kepercayaan terhadap otoritas eksternal dengan munculnya “ego eksekutif” sebagai tanggung jawab dalam memilih antara prioritas dan komitmen yang akan membantunya membentuk identitas diri. 
6.        Tahap Conjunctive-faith, disebut juga paradoxical-consolidation faith,yang dimulai pada usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir. Tahap ini ditandai dengan perasaan terintegrasi dengan symbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama. Dalam tahap ini seseorang juga lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan yang paradoks dan bertentangan, yang berasal dari kesadaran akan keterbatasan dan pembatasan seseorang. 
7.        Tahap universalizing faith, yang berkembang pada usia lanjut. Perkembangan agama pada masa ini ditandai dengan munculnya sisitem kepercayaan transcendental untuk mencapai perasaan ketuhanan, serta adanya desentransasi diri dan pengosongan diri. Pristiwa-prisiwa konflik tidak selamanya dipandangan sebagai paradoks, sebaliknya, pada tahap ini orang mulai berusaha mencari kebenaran universal. Dalam proses pencarian kebenara ini, seseorang akan menerima banyak kebenaran dari banyak titik pandang yang berbeda serta berusaha menyelaraskan perspektifnya sendiri dengan perspektif orang lain yang masuk dalam jangkauan universal yang paling lua.

Menurut Zakiah Darajat (dalam Martini Jumaris), agama sebagai dari iman, pikiran yang diserapkan oleh pikiran, perasaan, dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan dan sikap. Agama merupakan pengarah dan penentu sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Awalnya anak-anak mempelajari agama berdasarkan contoh baik di rumah maupun di sekolah. Bambang Waluyo menyebutkan dalam artikelnya bahwa pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek, yaitu : 1. Aspek pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa), 2. Pengajaran agama (ditujukan kepada pikiran)
Metode yang digunakan dalam pembelajaran harus berkaitan erat dengan dimensi perkembangan motorik, bahasa, sosial, emosional maupun intelegensi siswa. Untuk kelas rendah dapat menggunakan metode bercerita, bermain, karyawisata, demonstrasi atau pemberian tugas. Untuk kelas tinggi dapat menggunakan metode ceramah, bercerita, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas atau metode lainnya yang sesuai dengan perkembangan siswa.
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran di SD, antara lain:
a.       Metode Bercerita
b.      Metode Bermain
c.       Metode Karyawisata
d.      Metode Demonstrasi
e.       Metode Pemberian Tugas
f.        Metode Diskusi dan Tanya Jawab.

4.    Karakeristik Perkembangan Spiritualis Peserta Didik
a.    Karakteristik perkembangan spiritualitas anak usia sekolah
Tahap mythic-literal faith, yang dimulai usia 7-11 tahun. Menurut Fowler dalam desmita (2009:281), berpendapat bahwa tahap ini, sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya, anak mulai berfikir secara logis dan mengatur dunia dengan katagori-katagori baru. Pada tahap ini anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya, dan secara khusus menemukan koherensi serta makna pada bentuk-bentuk naratif.
Sebagai anak yang tengah berada dalam tahap pemikiran operasional konkret, maka anak usia sekolah dasar akan memahami segala sesuatu yang abstrak dengan interpretasi secara konkret. Hal ini juga berpengaruh terhadap pemahaman mengenai konsep-konsep keagamaan. Dengan demikian, gagasan-gagasan keagamaan yang bersifat abstrak yang tadinya dipahami secara konkret, seperti tuhan itu satu,tuhan itu amat dekat, tuhan ada di mana-mana, mulai dapat di pahami secara abstrak.

b.    Karakteristik perkembangan spiritualitas remaja
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya keyakinan agama  remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada awal masa anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berfikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman terhadap keyakinan agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam perkembangan kognitifnya. Mungkin mereka mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Menurut Muhammad Idrus dalam Desmita (2009:283), pola kepercayaan yang dibangun remaja bersifat konvensional, sebab secara kognitif, efektif dan sosial, remaja mulai menyesuaikan diri dengan orang lain yang berarti baginya(significant others) dan dengan mayoritas lainya.
Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian :
§  Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara asional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
§  Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
§  Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya.

5.    Implikasi Perkembangan Moral dan Spiritual terhadap Pendidikan
Untuk mengembangkan moral dan spiritual, pendidikan sekolah formal yang di tuntut untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan moral dan spiritual mereka, sehingga mereka dapat menjadi manusia yang moralis dan religious.Sejatinya pendidikan tidak boleh menghasilkan manusia bermental benalu dalam masyarakat, yakni lulusan pendidikan formal yang hanya menggantungkan hidup pada pekerjaan formal semata. Pendidikan selayaknya menanamkan kemandirian, kerja keras dan kreatifitas yang dapat membekali manusianya agar bisa survive dan berguna dalam masyarakat (Elmubarok,2008:30).
Strategi yang mungkin dilakukan guru di sekolah dalam membantu perkembangan moral dan spiritual peserta didik yaitu sebagai berikut :
a.       Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kurikulum tersembunyi, yakni menjadi sekolah sebagai atmosfer moral dan agama secara keseluruhan.
b.      Memberikan pendidikan moral secara langsung, yakni pendidikan moral dengan pendidikan pada nilai dan juga sifat selam jangka waktu tertentu atau menyatukan nilai-nilai dan sifat-sifat tersebut ke dalam kurikulum.
c.       Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan pendidikan moral tidak langsung yang berfokus pada upaya membantu siswa untuk memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk di cari.
d.      Menjadikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi dari pengalaman keberagamaan.
e.       Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual paranting,seperti:
1.      Memupuk hubungan sadar anak dengan tuhan melalui doa setiap hari.
2.      Menanyakan kepada anak bagaimana tuhan terlibat dalam aktivitasnya sehari-hari.
3.      Memberikan kesadaran kepada anak bahwa tuhan akan membimbing kita apabila kita meminta.

4.      Menyuruh anak merenungkan bahwa tuhan itu ada dalam jiwa mereka dengan cara menjelaskan bahwa mereka tidak dapat melihat diri mereka tumbuh atau mendengar darah mereka mengalir, tetapi tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh terjadi sekalipun mereka tidak melihat apapun (Desmita,2009:287).

Pancasila Dalam Kajian Sejarah

Pancasila Dalam Kajian Sejarah
KATA PENGANTAR
Sebuah Negara pada hakikatnya dibangun berdasarkan suatu landasan yang kemudian dijadikan dasar Negara. Pengertian dasar negara sendiri yaitu alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia pun juga dibangun berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila.
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Nilai-nilai essensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan. Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat serta teramalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup.
Pancasila sering juga disebut dengan ilmu yang bersifat ilmiah. Ilmu baru bisa dikatakan ilmiah apabila ilmu itu mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
1. Berobjek
2. Bermetode
3. Bersistem
4. Bersifat universal
Menilik sejarah bangsa Indonesia, proses terbentuknya negara dan bangsa Indonesia sendiri yaitu sejak zaman batu kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada abad ke IV, ke V kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak pada abad ke VII, yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya dibawah wangsa Syailendra di Palembang, kemudian kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan lainnya.
Dalam kaitannya dengan sejarah bangsa Indonesia, Pancasila dibagi menjadi 5 era, yaitu:
1. Era Pra Kemerdekaan
2. Era Kemerdekaan
3. Era Orde Lama
4. Era Orde Baru
5. Era Reformasi
Berikut ini kajian pancasila dalam ke-5 era tersebut beserta kekurangan, kelebihan, serta kesimpulan dan solusi atas permasalahan yang muncul di era tersebut!
A.Era Pra Kemerdekaan
1. Zaman Pra Sejarah
Ahli geologi menyatakan bahwa kepulauan Indonesia terjadi dalam pertengahan zaman tersier, kira-kira 60 juta tahun silam. Baru pada zaman quarter yang dimulai sekitar 600.000 tahun yang silam Indonesia didiami oleh manusia berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan. Berdasarkan artefak yang mereka tinggalkan, mereka mengalami hidup tiga zaman yaitu: Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum.
Pada masa prasejarah tersebut, sebenarnya inti dari kehidupan mereka adalah nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Yaitu:
1. Nilai Religious
Adanya sistem penguburan mayat diketahui dari ditemukannya kuburan serta kerangka di dalamnya. Selain itu juga ditemukan alat-alat yang digunakan untuk aktivitas religi seperti upacara mendatangkan hujan, dll. Adanya keyakinan terhadap pemujaan roh leluhur juga dan penempatan menhir (kubur batu) di tempat-tempat yang tinggi yang dianggap sebagai tempat roh leluhur, tempat yang penuh keajaiban dan sebagai batas antara dunia manusia dan roh leluhur.
2. Nilai Perikemanusiaan
Tampak dalam perilaku kehidupan saat itu misalnya penghargaan terhadap hakikat kemanusiaan yang ditandai dengan penghargaan yang tinggi terhadap manusia meskipun sudah meninggal. Hal ini menggambarkan perilaku berbuat baik terhadap sesama manusia, yang pada hakekatnya merupakan wujud kesadaran akan nilai kemanusiaan. Mereka juga sudah mengenal sistem barter antara kelompok pedalaman dengan pantai dan persebaran kapak. Selain itu mereka juga menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa lain. Hal ini menandakan bahwa mereka sudah bisa menjalin hubungan sosial.
3. Nilai Kesatuan
Adanya kesamaan bahasa Indonesia sebagai rumpun bahasa Austronesia, sehingga muncul kesamaan dalam kosa kata dan kebudayaan. Hal ini sesuai dengan teori perbandingan bahasa menurut H.Kern dan benda- benda kebudayaan Pra Sejarah Von Heine Gildern. Kecakapan berlayar karena menguasai pengetahuan tentang laut, musim, perahu, dan astronomi, menyebabkan adanya kesamaan karakteristik kebudayaan Indonesia. Oleh karena itu tidak mengherankan jika lautan juga merupakan tempat tinggal selain daratan. Itulah sebabnya mereka menyebut negerinya dengan istilah Tanah Air.
4. Nilai Musyawarah
Kehidupan bercocok tanam dilakukan secara bersama-sama. Mereka sudah memiliki aturan untuk kepentingan bercocok tanam, sehingga memungkinkan tumbuh kembangnya adat sosial.
Kehidupan mereka berkelompok dalam desa-desa, klan, marga atau suku yang dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih secara musyawarah berdasarkan Primus Inter Pares (yang pertama diantara yang sama).
5. Nilai Keadilan Sosial
Dikenalnya pola kehidupan bercocok tanam secara gotong-royong berarti masyarakat pada saat itu telah berhasil meninggalkan pola hidup foodgathering menuju ke pola hidup foodproducing. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat itu upaya kearah perwujudan kesejahteraan dan kemakmuran bersama sudah ada.
2. Kerajaan Kutai
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti yang berupa 7 yupa (tiang batu). Diyakini prasasti tersebut berasal dari kerajaan yang bernama Kutai. Berdasarkan prasasti tersebut dapat diketahui bahwa raja Mulawarman keturunan dari raja Aswawarman keturunan dari Kudungga. Raja Mulawarman mengadakan kenduri dan memberikan sedekah kepada Brahmana dan para Brahmana membangun Yupa itu sebagai tanda terima kasih kepada Raja yang dermawan.
Masyarakat kutai yang membuka zaman sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-nilai politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para brahmana.
3. Kerajaan Sriwijaya
Pada abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan Wijaya, di bawah kekuasaaan bangsa Syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti Kedudukan Bukit di kaki bukit Sguntang dekat Palembang yang bertarikh 605 caka atau 683 M. yang ditulis dalam bahasa melayu kuno huruf Pallawa. Kerajaan itu adalah kerajaan Maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya, kunci-kunci lalu-lintas laut di sebelah barat dikuasainya seperti selat Sunda (686), kemudian selat Malaka (775). Pada zaman itu kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan besar yang cukup disegani di kawasan Asia Selatan. Perdagangan dilakukan dengan mempersatukan pedagang pengrajin dan pegawai raja yang disebut Tuhan An Vatakvurah sebagai pengawas dan pengumpul semacam koperasi sehingga rakat mudah untuk memasarkan dagangannya. Demikian pula dalam sistem pemerintahaannya terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda, kerajaan, rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan gedung-gedung dan patung-patung suci sehingga pada saat itu kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan dengan nilai Ketuhanan.
Agama dan kebudayaan dikembangkan dengan mendirikan suatu universitas agama Budha, yang sangat terkenal di negara lain di Asia. Banyak musafir dari negara lain misalnya dari Cina belajar terlebih dahulu di universitas tersebut terutama tentang agama Budha dan bahasa Sansekerta sebelum melanjutkan studinya ke India. Malahan banyak guru-guru besar tamu dari India yang mengajar di Sriwijaya misalnya Dharmakitri. Cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam suatu negara adalah tercemin pada kerajaan Sriwijaya tersebut yaitu berbunyi ‘marvuat vanua criwijaya dhayatra subhiksa’ (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur).
4. Zaman Kerajaan-kerajaan Sebelum Majapahit
Sebelum kerajaan Majapahit muncul sebagai suatu kerajaan yang memancangkan nilai-nilai nasionalisme, telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti. Kerajaan Kalingga pada abad ke VII, Sanjaya pada abad ke VIII yang ikut membantu membangun candi Kalasan untuk Dewa Tara dan sebuah wihara untuk pendeta Budha didirikan di Jawa Tengah bersama dengan dinasti Syailendra (abad ke VII dan IX). Refleksi puncak dari Jawa Tengah dalam periode-periode kerajaan-kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur (candi agama Budha pada abad ke IX), dan candi Prambanan (candi agama Hindhu pada abad ke X).
Selain kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah tersebut di Jawa Timur muncullah kerajaan-kerajaan Isana (pada abad ke IX), Darmawangsa (abad ke X) demikian juga kerajaan Airlanga pada abad ke XI. Raja Airlangga membuat bangunan keagamaan dan asrama, dan raja ini memiliki sikap toleransi dalam beragama. Agama yang diakui oleh kerajaan adalah agama Budha , agama Wisnu dan agama Syiwa yang hidup berdampingan secara damai. Menurut prasasti Kelagen, Raja Airlangga telah mengadakan hubungan dagang dan bekerja sama dengan Benggala, Chola dan Champa hal ini menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan. Demikian pula Airlangga mengalami penggemblengan lahir dan batin di hutan dan tahun 1019 para pengikutnya, rakyat dan para Brahmana bermusyawarah dan memutuskan untuk memohon Airlangga bersedia menjadi raja, meneruskan tradisi istana, sebagai nilai-nilai sila keempat. Demikian pula menurut prasasti Kelagen, pada tahun 1037, raja Airlangga memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahteraan rakyat yang merupakan nilai-nilai sila kelima.
Di wilayah Kediri Jawa Timur berdiri pula kerajaan Singasari (pada abad ke XIII), yang kemudian sangat erat hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit.
5. Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan mahapatih Gajah Mada yang dibantu oleh Laksamana Nala dalam memimpin armadanya untuk menguasai nusantara.
Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365). Dalam kitab tersebut telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu Tantular mengarang buku Sutasoma, dan di dalam buku itulah kita jumpai seloka persatuan nasional yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang bunyi lengkapnya Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua, artinya walaupun berbeda tapi tetap satu jua.
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada dalam sidang Ratu dan Menteri-menteri di paseban keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut : ‘saya baru akan berhenti berpuasa makan pelapa jikalau seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara, jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan.
Dalam hubungannya dengan negara lain raja Hayam Wuruk mengadakan hubungan bertetangga dengan baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayodya, Champa, dan Kamboja.
Majapahit menjulang dalam arena sejarah kebangsaan Indonesia dan banyak meninggalkan nilai-nilai yang diangkat dalam nasionalisme negara kebangsaan Indonesia 17Agustus 1945.
6. Zaman Penjajahan
Setelah Majapahit rutuh pada permulaan abad XVI maka berkembanglah agama islam dengan pesatnya di Indonesia. Bersama dengan itu berkembang pulalah Kerajaan-kerajaan Islam seperti kerajaan Demak, dan mulailah berdatangan orang-orang eropa di nusantara, antara lain orang Portugisa portgis yang kemudian di ikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin mencari pusat tanaman rempah-rempah.
Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang awalnya berdagang adalah orang-orang bangsa portugis. Namun lama kelamaan bangsa portugis mulai menunjukkan peranannya dalam bidang perdagangan yang meningkat menjadi praktek penjajahan misalnya Malaka sejak tahun 1511 dikuasai oleh Portugis.
Pada akhir abad ke XVI Bangsa Belanda datang juga ke Indonesia. Untuk menghindarkan persaingan diantara mereka sendiri (Belanda) kemudian mereka mendirikan suatu perkumpulan dagang yang bernama V.O.C.,(Verenigde Oost Indische Compagnie), yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah ‘Kompeni’.
Mataram dibawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) berupaya mengadakan perlawanan dan penyerangan ke Bataviapada tahun 1628 dan 1629, walaupun tidak berhasil meruntuhkan namun Gubernur Jendral J .P. Coen tewas dalam serangan Sultan Agung yang ke dua itu.
Beberapa saat setelah sultan Agung mangkat maka mataram menjadi bagian kekuasaan kompeni. Dimakasar yang memiliki kedudukan yang sangat vital berhsil juga dikuasai oleh kompeni tahun (1667) dan timbulah perlawanan dari rakyat makasar dibawah Hasanudin. Menyusul pula wilayah banten (Sultan Agung Tirtoyoso) dapat di tundukkan pula oleh kompeni pada tahun 1684. Perlawanan Trunojoyo, Untung Suropati di Jawa Timur pada akhir abad ke XVII, nampaknya tidak mampu meruntuhkan kekuasaan kompeni pada saat itu. Demikian Belanda pada awalnya menguasai daerah-daerah yang strategis yang kaya akan hasil rempah-rempah pada abad ke XVII dan nampaknya semakin memperkuat kedudukannya dengan didukung oleh kekuatan militer.
Pada abad itu sejarah mencatat bahwa Belanda berusaha dengan keras untuk memperkuat dan mengintensifkan kekuasaan di Indonesia. Melihat praktek-praktek penjajahan Belanda tersebut maka meledaklah perlawanan rakyat di berbagai wilayah nusantara, antara lain : Pattimura di maluku (1817), Baharudin di Palembang (1819), Imam Bonjol di Minangkabau (1821-1837). Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830), Jlentik, Polim, Teuku Tjik di Tiro, Teuku Umar dalam perang Aceh (1860), anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-1895), Sisingamangaraja di tanah Batak (1900) dan masih banyak perlawanan lainnya.
Penghisapan mulai memuncak ketika Belanda mulai menerapkan sistem monopoli melalui tanam paksa (1830-1870) dengan memaksakan beban kewajiban terhadap rakyat yang tidak berdosa.
7. Zaman Kebangkitan Nasional
Pada abad XX Di punggung Politik Internasional terjadilah pergolakan kebangkitan dunia Timur dengan suatu kesadaran akan kekuatan sendiri. Partai Kongres di india dengan tokoh Tilak dan Gandhi, adapun di indonesia bergolaklah kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu kebangkitan nasional (1908) dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dengan Budi Utomonya. Gerakan ini lah yang merupakan awal gerakan nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki kehormatan akan kemerdekaan dan kekuasaannya sendiri.
Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 mei 1908 inilah yang merupakan pergerakan nasional, sehingga segera setelah itu muncullah organisasi-organisasi pergerakan lainnya. Organisasi-organisasi pergerakan nasional itu antara lain : Sarakat Dagang Islam (SDI) (1909), yang kemudian dengan cepat mengubah bentuknya menjadi gerakan politik dengan mengganti namanya menjadi Sarikat Islam (SI) tahun (1911) di bawah H.O.S. Cokroaminoto.
Berikutnya muncullah Indische Partij (1913),yang di pimpin oleh tiga serangkai yaitu: Douwes Dekker,Ciptomangunkusumo, Suwardi Suryaningrat (yang kemudian lebih di kenal dengan nama Ki Hajar Dewantoro), partai ini tidak menunjukkan keradikalannya, sehingga tidak dapat berumur panjang karena pemimpinnya di buang di luar negeri (1913).
Dalam siuasi yang menggoncangkan itu muncullah Partai Nasional Indonesia (PNI) (1927) yang dipelopori oleh Soekarno, Cipto mangunkusumo, Sartono dan tokoh lainnya. Perjuangan Nasional Indonesia di titik beratkan pada kesatuan nasional dengan tujuan Indonesia Merdeka. Tujuan ttu kemudian diikuti dengan tampilnya golongan pemuda yang tokoh-tokohnya antara lain : M. Yamin, Wongsonegoro, Kuncoro Purbo Pranoto, Serta tokoh-tokoh muda lainnya. Perjuangan rintisan kesatuan Nasional kemudian diikuti dengan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air Indonesia. Lagu Indonesia Raya pada saat ini pertama kali dikumandangkan dan sekaligus sebagai penggerak kebangkitan kesadaran berbangsa.
Kemudian PNI oleh para pengikutnya dibubarkan, dan diganti bentuknya dengan partai Indonesia dengan singkatan Partindo (1931). Kemudian golongan Demokrat antara lai : Moh. Hatta, dan St. Syahrir mendirikan PNI baru yaitu Pendidikan Nasional Indonesia (1933), dengan semboyan Kemerdekaan Indonesia harus dicapai dengan kekuatan sendiri.
8. Zaman Sebelum Proklamasi
Pada tanggal 29 Mei 1945 dibentuk Suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuriti Zyunbi Tioosakai. Pada hari itu juga di umumkan nama-nama Ketua, Wakil ketua serta para anggota sebagai berikut :
Ketua (Kaicoo) : Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat
Ketua Muda : Itibangase ( Seorang anggota luar biasa)
(Fuku Kaicoo Tokubetsu Iin )
Ketua Muda : R.P. Soeroso ( merangkap kepala)
(Fuku Kaicoo atau Zimukyoku Kucoo ).
Nama para anggota Iin menurut nomor tempat duduknya dalam sidang adalah sebagai berikut :
1. Ir. Soekarno
2. Mr. Muh Yamin
3. Dr. R. Kusuma Atmaja
4. R. AbdulrahimPratalykrama
5. R. Aris
6. K. H. Dewantara dan masih banyak lagi yang lainnya
Sidang BPUPKI Pertama dilakukan untuk menentukan dasar Negara Indonesia. Sidang berlangsung selama empat hari, berturut-turut yang tampil untuk berpidato menyampaikan usulannya adalah sebagai berikut:
1. Mr. Muh Yamin (29 Mei 1945)
Dalam pidatonya 29 Mei 1945 Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan dasar negara Indonesia sebagai berikut :
I. Peri Kebangsaan
II. Peri Kemanusiaan,
III. Peri Ketuhanan,
IV. Peri Kerakyatan (A. Permusyawaratan, B. Perwakilan, C. Kebijaksanaan )
V. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial).
2. Prof.Dr. Soepomo (31 Mei 1945)
Prof. Dr. Soepomo Mengemukakan teori-teori sbb:
(1). Teori negara perseorangan (individualis).
(2). Paham negara kelas (Class Theory)
(3). Paham negara Integralistik, yang diajarkan oleh Spinoza, adam muler Hegel (abad 18 dan 19).
Selanjutnya dalam kaitannya dengan dasar filsafat negara Indonesia Soepomo mengusulkan hal-hal mengenai: kesatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, keadilan rakyat.
3. Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Usulan dasar negara dalam sidang BPUPKI Pertama berikutnya adalah pidato dari Ir. Soekarno yang disampaikan lisan tanpa teks, Beliau mengusulkan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yang rumusannya adalah sbb :
1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (peri Kemanusiaan)
3. Mufakat (Demokrasi)
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)
Beliau juga mengusulkan bahwa pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Soekarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut:
Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa – namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.
Oleh karena itu, ditetapkan pada tanggal 1 Juni 1945 ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila.
Kesimpulan Kajian Pada Era Pra Kemerdekaan
a. Kelebihan:
1. Pada zaman prasejarah pun, masyarakatnya sudah mengenal nilai-nilai Pancasila dan sudah diterapkan ke dalam kehidupan sehari-hari meskipun dalam bentuk yang sederhana
2. Pada zaman kerajaan-kerajaan, sudah muncul nilai-nilai luhur, seperti:
a. Kekeluargaan
b. Kebersamaan
c. Keadilan sangat ditegakkan
d. Persatuan diutamakan
e. Mempertahankan keamanan
f. Tidak membedakan kasta untuk mempin kerajaan. Pemilihan dilakukan melalui musyawarah.
Dan nilai-nilai luhur ini sudah mengandung asas Pancasila.
3. Setelah merasakan bagaimana rasanya dijajah, munculah keinginan untuk merdeka. Akan tetapi keinginan itu masih belum dapat terwujud sepenuhnya. Meski begitu, kemunculan kesadaran anak bangsa ini menjadi pelopor atas gerakan Sumpah Pemuda dan pertama kalinya mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya, lagu yang nantinya akan menjadi lagu kebangsaan Indonesia.
4. Sewaktu diajajah Jepang pun, tak henti-hentinya para tokoh bangsa memperjuangkan untuk kemerdekaan Indonesia. Dan mereka merumuskan dasar Indonesia dari nilai-nilai yang sudah ada bahkan sejak zaman dulu. Sehingga rasa nasionalisme bangsa sangat tinggi.
b. Kekurangan:
1. Pada zaman kerajaan-kerajaan, masih banyak timbul perang saudara yang menyimpang dari nilai-nilai persatuan bangsa.
2. Mulai lunturnya nilai-nilai Pancasila yang luhur di antara masyarakat Indonesia, khususnya nilai persatuan. Sehingga penjajah pun relative gampang untuk menjajah Indonesia.
3. Indonesia Negara yang sangat luas, sehingga masyarakatnya tidak saling mengenal. Dan saat berjuang mengusir penjajah, mereka hanya berjuang untuk daerahnya. Bukan untuk kemerdekaan Indonesia secara keseluruhan. Sehingga perjuangan mereka dapat ditumpas penjajah.
c. Kesimpulan dan solusi
Untuk mewujudkan kehidupan suatu Negara yang baik, nilai-nilai luhur Pancasila harus diterapkan ke dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga rakyat Indonesia tidak ada yang tertinggal dalam perekonomian, pendidikan, teknologi, serta sandang.
B. Era Kemerdekaan
Era kemerdekaan dimulai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara ilmiah proklamasi kemerdekaan dapat mengandung pengertian sebagai berikut:
1. Dari sudut ilmu hukum proklamasi merupakan saat tidak berlakunya tertib hukum kolonial, dan saat mulai berlakunya tertib hukum nasional.
2. Secara politis ideologi proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia terbatas nasib sendiri dalam suatu Negara proklamasi republik Indonesia.
Kemudian tanggal 18 Agustus pada rapat PPKI, ditetapkan UUD 1945 dan Presiden serta Wakilnya. Sesudah itu dimulailah pergolakan politik dalam negeri seperti berikut ini:
1. Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
Sebagai hasil dari konferensi meja bundar (KMB) maka ditanda tangani suatu persetujuan (mantel resolusi) Oleh Ratu Belanda Yuliana dan wakil pemerintah RI di Kota Den Hag pada tanggal 27 Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya dengan konstitusi RIS, antara lain :
a) Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis) yaitu 16 Negara pasal (1 dan 2)
b) Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas demokrasi liberal dimana mentri-mentri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen (pasal 118 ayat 2)
c) Mukadiamah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat maupun isi pembukaan UUD 1945, proklamasi kemerdekaan sebagai naskah Proklamasi yang terinci.
d) Sebelum persetujuan KMB, bangsa Indonesia telah memiliki kedaulatan, oleh karena itu persetujuan 27 Desember 1949 tersebut bukannya penyerahan kedaulatan melainkan “pemulihan kedaulatan” atau “pengakuan kedaulatan”
2. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950
Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai suatu taktik secara politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi Proklamasi yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 taitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa pemerintah negara…….” yang melindungi segenap bangsa Indoneia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia …..” yang berdasarkan kepada UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu menggabungkan diri dengan Negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta, walaupun pada saat itu Negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja.
Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara bagian saja yaitu :
1. Negara Bagian RI Proklamasi
2. Negara Indonesia Timur (NIT)
3. Negara Sumatera Timur (NST)
Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei 1950, maka seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan, dengan Konstitusi Sementara yang berlaku sejak 17 Agustus 1950.
Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945, namun kenyataannya masih berorientasi kepada Pemerintah yang berasas Demokrasi Liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Sistem multi partai dan kabinet Parlementer berakibat silih bergantinya kabinet yang rata-rata hanya berumur 6 atau 8 tahun. Hal ini berakibat tidak mempunyai Pemerintah yang menyusun program serta tidak mampu menyalurkan dinamika Masyarakat ke arah pembangunan, bahkan menimbulkan pertentangan – pertentangan, gangguan – gangguan keamanan serta penyelewengan – penyelewengan dalam masyarakat.
b. Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak berhasil mendekati perumusan otentik Pembukaan UUD 1945, yang dikenal sebagai Declaration of Independence bangsa Indonesia. Demikian pula perumusan Pancasila dasar negara juga terjadi penyimpangan. Namun bagaimanapun juga RIS yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik Indonesia Serikat.
Pada akhir era ini, terjadi pergolakan politik yang tidak berujung. Hal inilah yang mendorong Presiden Soekarno megeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Kajian Kesimpulan Pada Era Kemerdekaan
a. Kelebihan:
1. Rakyat Indonesia sudah mengetahui nilai-nilai luhur Pancasila dan berusaha untuk menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
2. Setelah merdeka, bangsa Indonesia membnuat berbagai penyesuaian yang cocok dan padu dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
b. Kekurangan:
1. Belum stabilnya keadaan di Indonesia. Baik itu dari segi politik, social, ekonomi.
2. Terjadinya penggantian dasar Negara sebanyak 2 kali. Padahal seharusnya Pancasila tidak tergantikan.
c. Kesimpulan dan Solusi:
Keadaan di Indonesia masih terombang ambing dan tidak stabil. Lalu terjadi masalah yang alot di konstituante sehingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden.
C. Era Orde Lama
Era orde lama ditandai dengan dikeluarkannya dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Pada masa itu berlaku demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD 1945, Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetnu.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan lemahnya control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan.
Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi makin memburuk puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.
Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1969 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanaan, ketertiban dan ketenangan serta kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Kajian Kesimpulan Pada Era Orde Lama
a. Kelebihan
1. Munculnya aksi-aksi positif dari masyarakat sebagai bentuk demokrasi.
b. Kekurangan
1. Munculnya komunisme dan liberalisme.
2. Meletusnya pemberontakkan G 30 S/PKI.
3. Sering jatuhnya kabinet.
4. Penyimpangan terhadap UUD dan Pancasila yang ironisnya dilakukan oleh Presiden Indonesia sendiri.
c. Kesimpulan dan solusi
Pada masa orde lama ini banyak terjadi penyimpangan dalam badan UUD dan Pancasila. Juga terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan seperti munculnya liberlaisme dan komunisme. Puncaknya yaitu saat G 30 S/PKI dan pemeritah dinilai tidak mampu mengatasinya sehingga Presiden Soekarno memberikan mandat kepada Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan.
D. Era Orde Baru
Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya keadaan dewasa ini. Stabilitas yang diiringi dengan maraknya pembangunan di segala bidang. Era pembangunan, era penuh kestabilan, menimbulkan romantisme dari banyak kalangan.
Di era Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri terkesan “menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Disamping hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian antarwarga sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan budaya gotong-royong sangat dijunjung tinggi. Selain penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang menyatakan bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan sebagainya haruslah mengunakan Pancasila sebagai asas utamanya.
Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman nilai-nilai Pancasila, yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Materi penataran P4 bukan hanya Pancasila, terdapat juga materi lain seperti UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Wawasan Nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisaikan pada seluruh komponen bangsa sampai level bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang lalu dilanjutkan di perguruan tinggi hingga di wilayah kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh melalui Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dengan metode indoktrinasi.
Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib Pancasila dan UUD 1945 menjadi semacam senjata bagi pemerintahan Orde Baru dalam hal mengontrol perilaku masyarakat. Seakan-akan ukurannya hanya satu: sesuatu dianggap benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan penguasa, sebaliknya dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendaknya. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara dalam prakteknya malah dengan mudahnya dikriminalisasi.
Penanaman nilai-nilai Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan dengan fakta yang terjadi di masyarakat, berdasarkan perbuatan pemerintah. Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap ke dalam kehidupan masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta tindakan yang nyata, sehingga banyak masyarakat pun tidak menerima adanya penataran yang tidak dibarengi dengan perbuatan pemerintah yang benar-benar pro-rakyat.
Pada era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila. Secara pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya mengenai keberadaan Pancasila, yang kesemuanya memberikan penilaian setinggi-tingginya terhadap Pancasila. Ketika Soeharto memberikan pidato dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu force yang dikemas dalam berbagai frase bernada angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan Pancasila sebagai “tuntunan hidup”, menjadi “sumber tertib sosial” dan “sumber tertib seluruh perikehidupan”, serta merupakan “sumber tertib negara” dan “sumber tertib hukum”. Kepada pemuda Indonesia dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1974, Soeharto menyatakan, “Pancasila janganlah hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan dihayati!” Dapat dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknanya selain Pancasila di Indonesia, pada saat itu, dan dalam era Orde Baru.
Meskipun dianggap Panccasila hal yang paling luhur dan diagung-agungkan, pada tahun-tahun akhir pemerintahan Presiden Soeharto malah banyak timbul KKN dan meningkatnyta inflasi. Hutang Indonesia semakin banyak dan ekonomi pun terpuruk. Puncaknya yaitu Mei 1998 yang akhirnya menyebabkan Presiden Soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh wakilnya B.J. Habibie
Kajian Kesimpulan Pada Era Orde Baru
a. Kelebihan
1. Pancasila betul-betul dilaksanakan secara nyata
2. Pada awal-awal, ekonomi Indonesia sangat kuat.
3. Membangun irigasi
4. Membentuk badan PPL
b. Kekurangan
1. Pancasila hanya dijadikan kedok untuk “pembenaran” pembangunan yang dilakukan
2. Adanya politisasi Pancasila
3. Semaraknya KKN
4. Tidak mampu menguasai pimpinan Negara
5. Terbatasnya kebebasan berpendapat (pers)
c. Kesimpulan dan Solusi
Meskipun pada awalnya Pancasila begitu diagung-agungkan, dan masa Orde Baru ini menunjukkan kinerja positif, tetapi lama kelamaan hanya menjadi alat untuk orang yang berkepentingan. Sehingga Indonesia mencapai masa terburuk pada tahun 1998. Peristiwa lengsernya Soeharto membawa Indonesia pada era reformasi.
E. Era Reformasi
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai negara hukum, setiap perbuatan baik dari warga masyarakat maupun dari pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila pancasila.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sebagai berikut :
• Penerapan dan pelaksanaan keadilaan sosial mencakup keadilan politik, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
• Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pengambilan keputusan.
• Melaksanakan keadilaan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan.
• Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab.
• Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai ke Tuhanan Yang Maha Esa.
Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu smeboyan Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan sebagai landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam, maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional.
Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis. Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non fisik. Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan yang parameter kebenaran serta kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri. Aksilogis, yaitu bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila.
Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang tidak menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.
Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonkritisasikan sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan sollen im sein”.
Idealitasnya bahwa idealisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif.
Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsi-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari berdirinya bangsa ini, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Kajian Kesimpulan Pada Era Reformasi
a. Kelebihan
1. Munculnya kebebasan pers
2. Kembalinya jati diri bangsa Indonesia
b. Kekurangan
1. Masih banyak system yang berantakan
2. Kurangnya penanaman nilai-nilai Pancasila.
3. Menjamurnya globalisasi
4. Kurangnya kepedulian akan Indonesia ini
c. Kesimpulan dan Solusi
Seiring berjalannya waktu hingga kini, demokrasi di Indonesia masih juga diwarnai dengan politisasi uang. Sehingga percuma ada demokrasi. Demokrasi sudah hamper mati. Kurangnya juga penanaman nilai- nilai pancasila dalam diri anak, sehingga tidak ada rasa cinta pada tanah air. Solusinya, kita sebagai generasi muda harus berjuang memajukan Negara ini dengan Pancasila sebagai pedoman dan pembimbing kita.
PENUTUP
Berdasarkan kenyataan tersebut maka untuk memahami Pancasila secara lengkap dan utuh tertama dalam kaitannya dengan jati diri bangsa indonesia. Secara epistemologis sekaligus sebagai pertanggung jawaban Ilmiah, bahwa Pancasila selain sebagai dasar negara Indonesia juga sebagai pandangan hidup bangsa, jiwa dan kepribadian bangsa serta sebagai perjanjian luruh bangsa indonesia pada waktu mendirikan negara.
Keputusan-keputusan lain adalah untuk membentuk panitia kecil yaitu: (1) panitia perancang undang-undang dasar yang diketuai Ir. Soekarno, (2) Panitia ekonomi dan keuangan yang diketuai Drs. Moh. Hatta,(3) Panitia pembelaan tanah air diketuai oleh Abikusno Tjokrosoejoso.
Untuk membentuk Pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,dan untuk memajukan kesejahteraan Umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, menyuburkan hidup kekeluargaan, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu UUD Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan yang maha Esa, kebangsaan, Persatuan Indonesia , dan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
DAFTAR REFERENSI