Senin, 27 Februari 2017

Kampus tidak aman, salah siapa?

KAMPUS TIDAK AMAN, SALAH SIAPA?
Keamanan dan kenyamanan menjadi faktor yang sangat penting bagi instansi pendidikan, apalagi instansi tersebut adalah Perguruan Tinggi. Kemanan dan kenyamanan memang harus terintegrasi secara jelas bagi Perguruan Tinggi, sehingga dihasilkan suasana akademis yang sangat ideal. Namun pada kenyataannya akhir-akhir ini di Kampus II UIN Walisongo Semarang banyak terdapat kasus kehilangan barang. Seperti kasus kehilangan helm di parkiran sepeda motor, kasus kehilangan barang-barang di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa, dan kasus hilangnya tas yang tertinggal di motor.
Padahal kampus yang aman menjadi dambaan kita semua. Kita semua berharap keamanan kampus bisa lebih ketat, agar mahasiswanya tidak risau ketika berada di lingkungan kampus. Seperti tempat parkir, yang justru menjadi sasaran empuk bagi pencuri. Kemudian, gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa yang seharusnya menjadi pusat aktifitas mahasiswa, dan tempat untuk menyimpan barang-barang keperluan kegiatan mahasiswa, sudah tidak aman lagi karena barang-barang tersebut sering hilang. Dalam hal ini yang menjadi permasalahan apakah dari pihak kemanan kampus, atau kurang ketatnya sistim kemanan kampus, ataupun bahkan bisa jadi dari kelalaian mahasiswa itu sendiri.
Dalam essay ini, penulis akan membahas mengenai penilaian mahasiswa terhadap keamanan Kampus II Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.  Penulis akan memaparkan beberapa pernyataan mengenai kualitas kemanan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Essay ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana penilaian mahasiswa terhadap keamanan Kampus II Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
Terbentuknya persepsi dimulai dengan pengamatan yang melalui proses hubungan melihat, mendengar, menyentuh, merasakan, dan menerima sesuatu hal yang kemudian seseorang menseleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasikan informasi yang diterimanya menjadi suatu gambaran yang berarti. Terjadinya pengamatan ini dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau dan sikap seseorang dari individu. Dan biasanya persepsi ini hanya berlaku bagi dirinya sendiri dan tidak bagi orang lain. Selain itu juga persepsi ini tidak bertahan seumur hidup dapat berubah sesuai dengan perkembangan pengalaman, perubahan kebutuhan, dan sikap dari seseorang baik laki-laki maupun perempuan.[1]
Keamanan adalah keadaan bebas dari bahaya. Istilah ini bisa digunakan dengan hubungan kepada kejahatan, segala bentuk kecelakaan, dan lain-lain. Keamanan merupakan topik yang luas termasuk keamanan nasional terhadap serangan teroris, keamanan computer terhadap hacker atau cracker, keamanan rumah terhadap maling dan penyelusup lainnya, keamanan finansial terhadap kehancuran ekonomi dan banyak situasi berhubungan lainnya. Jenis keamanan ada beberapa macam, seperti keamanan fisik, keamanan informasi, keamanan komputer, keamanan finansial.
Dalam upaya mencapai tujuan penelitian, yakni mengetahui penilaian mahasiswa terhadap keamanan di Kampus II Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, penulis menggunakan metode kuantitatif. Sumber data yang akan digunakan adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang yang ada di kampus II dengan jumlah responden yang akan digunakan sebagai sumber data adalah 30 orang.
Data akan dikumpulkan dengan penyebaran angket. Adapun analisis data yang digunakan adalah dengan cara analisis statistik deskriptif. Analisis statistik deskriptif adalah analisis data dengan cara mendeskripsikan data sebagaimana adanya.
Pada penelitian ini terdapat 5 indikator yaitu:
a.    Fasilitas
1.      Sudah tersedianya rambu-rambu  peringatan di tempat parkir
2.      Fasilitas CCTV sudah membantu untuk melacak kasus pencurian
3.      Lingkungan parkir sudah aman
4.      Keamanan kampus sudah memuaskan
b.   Fungsi
1.      Kinerja satpam sudah bagus
2.      Kurang adanya patroli dari pihak keamanan
3.      Keperdulian petugas keamanan terhadap masalah keamanan kampus sudah bagus
c.    Jumlah
1.      Jumlah petugas satpam sudah mencukupi
2.      Jumlah CCTV di kampus sudah mencukupi
d.   Penanganan
1.      Cara penanganan setelah terjadi pencurian sudah efektif
2.      Petugas keamanan sudah sigap dalam menangani kasus pencurian
3.      Peraturan keamanan di kampus sudah efisien
e.    Faktor
1.      Akses masuk yang mudah menjadi factor lemahnya keamanan kampus
2.      Mahasiswa lalai dalam menjaga barang-barangnya
3.      Kurangnya kesadaran mahasiswa dalam memperhatikan keamanan kampus
Mahasiswa FITK 53% kurang puas dengan tersedianya rambu-rambu peringatan yang ada di tempat parkir. Hal ini dibuktikan dengan 16 dari 30 responden memilih opsi kurang setuju pada angket. Mereka juga tidak puas dengan fasilitas CCTV yangs eharusnya membantu untuk melacak kasus pencurian. Selain itu, mereka juga kurang puas dengan lingkungan parkir yang seharusnya aman. Ini menunjukkan bahwa menurut 73% dari 30 responden menyatakan bahwa keamanan kampus belum memuaskan.
Sekitar 50 % mahasiswa FITK setuju jika kinerja dari satpam sudah bagus. Dan 73% juga setuju jika kurang adanya patrol dari pihak keamanan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 43% responden kurang setuju jika petugas keamanan sudah perduli terhadap masalah keamanan di kampus.
Jumlah petugas satpam sudah mencukupi, ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 50% dari responden setuju dengan hal ini. Namun untuk jumlah CCTV yang ada di kampus belum mencukupi, karena sekitar 60% dari responden kurang setuju dengan hal tersebut.
Untuk masalah penanganan setelah terjadi pencurian, menurut 60% responden menyatakan kurang memuaskan. Dan 70% dari 30 responden juga menyatakan bahwa petugas keamanan belum sigap dalam menangani kasus pencurian yang ada di kampus. Kemudian sekitar 60% dari 30 responden menyatakan jika peraturan keamanan di kampus belum efisien.
Menurut para responden, 57% setuju bahwa akses masuk yang mudah menjadi factor lemahnya keamanan kampus. Kemudian 73% responden setuju bahwa dengan akses masuk yang mudah menyebabkan mahasiswa lalai dalam menjaga barang-barangnya. Tidak menutup kemungkinan juga, kurangnya kesadaran dari mahasiswa dalam memperhatikan keamanan kampus juga mengakibatkan lemahnya keamanan di kampus. Hal ini di buktikan dengan 73% responden  setuju dengan pernyataan tersebut.
Gagasan:
Melihat dari beberapa faktor penyebab lemahnya keamanan kampus untuk meminimalisir dan mencegah terjadinya tindakan kriminal. Sebaiknya pihak kampus melakukan perbaikan terhadap sarana prasarana yang ada di lingkungan kampus, diantaranya pengadaan CCTV disertai dengan tenaga teknisnya, menambah penerangan, serta pengaturan tata letak parkir serta menambah peranan satuan pengaman dan juga perlengkapan tugas, lebih diperketat merupakan salah satu upaya untuk menangani permasalahan yang ada di lingkungan kampus.
Perlu juga dibuat parkiran yang terintegrasi dengan teknologi. Karena jika hanya mengandalkan menggunakan satpam, tidak dapat kita pungkiri pasti akan sering terjadi human error, kemudian kemampuan kemampuan jelajah pengawasan manusia secara manual sangat terbatas maka perlu dibantu dengan menggunakan teknologi yang tepat adalah dengan menggunakan speedy monitoring untuk pengawasan secara berkala dengan jangkauan yang lebih luas.
Sebagai kesimpulan, beberapa mahasiswa di UIN Walisongo Semarang terutama mahasiswa di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FITK) merasa kurang puas terhadap sistem keamanan yang ada di lingkungan kampus mereka. Ada beberapa mahasiswa mengeluhkan tentang barang mereka yang hilang, seperti halnya kehilangan helm, laptop, tas beserta isinya.




  16 Desember 2016 pada pukul 13.57 WIB

LIngkungan Pendidikan

BAB 1
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
       Kegiatan pendidikan selalu berlangsung di dalam suatu lingkungan. Dalam konteks pendidikan, lingkungan dapat diartikan, sebagai segala sesuatu yang berada di luar diri anak. Lingkungan dapat berupa hal-hal nyata, seperti tumbuhan, orang, keadaan, politik, sosial-ekonomi, binatang, kebudayaan, kepercayaan, dan upaya lain yang dilakukan oleh manusia termasuk di dalamnya pendidikan.
       Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa benda mati, makhluk hidup, ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk kondisi masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada individu. Seperti lingkungan tempat pendidikan berlangsung dan lingkungan tempat anak bergaul. Lingkungan ini kemudian secara khusus disebut sebagai lembaga pendidikan sesuai dengan jenis dan tanggungjawab yang secara khusus menjadi bagian dari karakter lembaga tersebut.
       Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan, yang akan mempengaruhi manusia secara bervariasi.[1] Seperti diketahui, setiap bayi manusia dilahirkan dalam lingkungan keluarga tertentu, yang merupakan lingkungan pendidikan terpenting sampai anak mulai masuk taman kanak-kanak ataupun sekolah. Oleh karena itu, keluarga sering dipandang sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama. Makin bertambahnya usia manusia, peranan sekolah dan masyarakat luas dipandang makin penting, namun peran keluarga tidak terputus.
       Di dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas, peranan ketiga tripusat pendidikan itu menjiwai berbagai ketentuan di dalamnya. Pasal 1 Ayat 3 menetapkan bahwa Sisdiknas adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan yang lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Pasal selanjutnya, menetapkan tentang dua jalur pendidikan, yakni jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah (meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan sebagainya). Sedangkan penjelasan UU No. 2 Tahun 1989 itu menetapkan tentang tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, pemerintah dalam penyelenggaran pendidikan. Oleh karena itu, kajian tentang peranan dan fungsi setiap pusat pendidikan tersebut sangat penting, karena akan memberikan wawasan yang tepat serta pemahaman yang luas dan menyeluruh tentang lingkup kegiatan dan upaya pendidikan itu.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud pendidikan?
2.    Apa yang dimaksud lingkungan?
3.    Apa pengertian, fungsi, dan jenis-jenis lingkungan pendidikan?
4.    Bagaimana pengaruh timbal balik antara ketiga lingkungan pendidikan terhadap pengembangan lingkungan peserta didik?

C.  Tujuan Masalah
1.    Untuk mengetahui pengertian dari pendidikan.
2.    Untuk mengetahui pengertian dari lingkungan.
3.    Untuk mengetahui pengertian, fungsi, dan jenis-jenis dari lingkungan pendidikan.
4.    Untuk mengetahui apa saja pengaruh timbal balik antara ketiga lingkungan pendidikan terhadap pengaruh lingkungan peserta didik.

D.  Manfaat
1.    Mengetahui pengertian dari pendidikan.
2.    Mengetahui pengertian dari lingkungan.
3.    Mengetahui pengertian, fungsi, dan jenis-jenis dari lingkungan pendidikan.
4.    Mengetahui apa saja pengaruh timbal balik antara ketiga lingkungan pendidikan terhadap pengaruh lingkungan peserta didik.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian pendidikan
Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa Yunani, paedagogy yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar oleh seorang pelayan. Pelayan yang emngantar dan menjemput dinamakan Paedagogos. Dlam bahasa Romawi pendidikan diistilahkan sebagai educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual (Muhajir, 2000:20). Banyak pendapat yang berlainan tentang pendidikan.Walaupun demikian, pendidikan berjalan terus tanpa menunggu keseragaman arti.[2]
Pendidikan adalah usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, karena dimanapun dan kapanpun di dunia terdapat pendidikan. pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri, yaitu untuk membudayakan manusia.
Pengertian pendidikan menurut para ahli :
1.    Langeveld
Adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri
2.    John Dewey
Adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secaraintelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
3.    Ki Hajar Dewantara
Adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
4.    UU No. 2 Tahun 1989
Adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatanbimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
Sebenarnya esensi dari pendidikan itu sendiri adalah pengalihan (transmisi) kebudayaan (ilmu pengetahuan, teknologi, ide-ide, etika dan nilai-nilai spiritual serta estetika) dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda dalam setiap masyarakat atau bangsa.[3]
B.  Pengertian Lingkungan
Lingkungan secara umum diartikan sebagai kesatuan ruang dengan segala benda, daya,  keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.
Lingkungan (envirement) meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processes kita. Jadi lingkungan adalah segala sesuatu yang mempengaruhi individu. Segala sesuatu yang mempengaruhi itu mungkin berasal dari dalam diri individu(internal environment), dan mungkin pula berasal dari luar diri individu (external environment). Indivividu dalam hal ini dapat berbentuk orang atau lembaga. Lingkungan bagi seseorang sebagai individu adalah segala sesuatu yang berasal dari dalam dirinya (fisik dan psikis) dan sesuatu yang berada diluar dirinya seperti alam fisika (non manusia) dan manusia.  
Lingkungan merupakan suatu komponen system yang ikut menentukan keberhasilan proses pendidikan. Para pakar pendidikan umumnya sepakat bahwa lingkungan berkorelasi positif terhadap keberhasilan seseorang. Adanya pepatah kebo gupak neler-neler (orang yang jahat akan mempengaruhi orang lain yang ada didekatnya untuk berbuat jahat); lingkungan yang baik akan membuat orang baik dan lingkungan yang buruk akan membuat orang jelek; wong kang alim kumpulono (berkumpulah para orang-orang yang berilmu), ini menandakan dukungan terhadap tesis tersebut.
Lingkungan meliputi kondisi dan alam dunia ini dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life process (Purwanto, 1994: 59). Meskipun lingkungan tidak bertanggung jawab terhadap kedewasaan anak didik, namun merupakan factor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya sangat besar  pengaruhnya terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal dalam satu lingkungan yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi anak.
Lingkungan mencakup beberapa hal:
1.    Tempat (lingkungan fisik): Keadaan iklim, keadaan tanah, keadaan alam
2.    Kebudayaan (lingkungan budaya): Lingkungan dengan warisan budaya tertentu Bahasa, seni, ekonomi, ilmu pengetahuan, pandangan hidup, keagamaan.
3.    Kelompok hidup bersama (lingkungan sosial atau masyarakat): Keluarga, kelompok bermain, desa perkumpulan.
C.  Pengertian, fungsi, dan jenis-jenis lingkungan pendidikan
Lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai berbagai factor lingkungan yang berpengaruh terhadap praktek pendidikan. Lingkungan pendidikan dapat pula diartikan sebagai berbagai lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan, yang merupakan bagian dari tempat berlangsungnya proses pendidikan, dan merupakan bagian dari lingkungan sosial.
Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa benda mati, makhluk hidup, ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk kondisi masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada individu. Seperti lingkungan tempat pendidikan berlangsung dan lingkungan tempat anak bergaul. Lingkungan ini kemudian secara khusus disebut sebagai lembaga pendidikan sesuai dengan jenis dan tanggungjawab yang secara khusus menjadi bagian dari karakter lembaga tersebut
Sebagai pelaksanaan Pasal 31 Ayat 2 dari UUD 1945, telah ditetapkan UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas (Beserta peraturan pelaksanaannya) yang menata kembali pendidikan di Indonesia, termasuk lingkungan pendidikan. Sisdiknas itu membedakan dua jalur pendidikan, yakni jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang berjenjang dan berkesinambungan, mulai dari pendidikan prasekolah (taman kanak-kanak), pendidikan dasar (SD dan SLTP), pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang harus berjenjang dan berkesinambungan, baik yang dilembagakan ataupun tidak, yang meliputi pendidikan keluarga, pendidikan prasekolah (seperti kelompok bermain, dan penitipan anak), kursus, kelompok belajar, dan lain-lain.
Menurut Hasbullah (2003) lingkungan pendidikan mencakup :
1.    Tempat (lingkungan fisik), keadaan iklim, keadaan tanah, keadaan alam.
2.    Kebudayaan (lingkungan budaya) dengan warisan budaya tertentu seperti bahasa, seni, ekonomi, ilmu pengetahuan, pandangan hidup, dan pandangan keagamaan.
3.    Kelompok hidup bersama (lingkungan sosial atau masyarakat) keluarga, kelompok bermain, desa, perkumpulan dan lainnya.
       Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, sosial, dan budaya), utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat dicapai tujuan pendidikan yang optimal. Penataan lingkungan pendidikan itu terutama dimaksudkan agar proses pendidikan dapat berkembang efisien dan efektif. Seperti diketahui, proses pertumbuhan dan perkembangan manusia sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya akan berlangsung secara alamiah dengan konsekuensi bahwa tumbuh kembang itu mungkin berlangsung lambat dan menyimpang dari tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan berbagai usaha sadar untuk mengatur dan mengendalikan lingkungan itu sedemikian rupa agar dapat diperoleh peluang pencapaian tujuan secara optimal, dan dalam waktu serta dengan daya/dana yang seminimal mungkin. Dengan demikian diharapkan mutu sumber data manusia semakin lama semakin meningkat. Hal itu hanya dapat diwujudkan apabila setiap lingkungan pendidikan tersebut dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana mestinya.
       Dengan mengacu pada pengertian itu lingkungan pendidikan dipilah menjadi 3 yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga lingkungan pendidikan tersebut dikenal dengan tripusat pendidikan atau ada yang menyebut tripusat lembaga pendidikan.(Ki Hajar Dewantara menyebut lingkungan pendidikan yang ketiga sebagai perkumpulan pemuda)
       Ketiga lingkungan pendidikan ini sering dirancukan dengan pemilihan pendidikan yang dikembangkan oleh Philip H. Coombs yaitu pendidikan informal, formal, dan nonformal. Menurutnya pendidikan informal adalah pendidikan yang tidak terprogram dan tidak berstruktur, berlangsung kapanpun dan dimanapun juga. Pendidikan formal adalah pendidikan berprogram, berstruktur dan berlangsung dipersekolahkan. Sedangkan pendidikan nonformal adalah pendidikan yang berstruktur, berprogram dan berlangsung di luar persekolahan. Selain itu konsep tripusat pendidikan dapat dirancukan dengan jalur pendidikan (UU No. 2 tahun 1989) yang meliputi jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah.
A.  Lingkungan Pendidikan Keluarga
       Pada dasarnya manusia merupakan “homo educandum” artinya manusia itu pada hakikatnya merupakan makhluk yang harus dididik dan mendidik. Manusia yang baru dilahirkan memerlukan pendidikan dari orang tua mereka dengan tujuan untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya, sampai mereka menjadi manusia dewasa yang baik jasmaninya maupun rohaninya. Seberapa pentingnya pendidikan informal dalam keluarga, diisyaratkan dalam Q.S At-Tahrim: 6, yang berbunyi:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah SWT terhadap apa yang diperintahkan-Nya, kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang selalu diperintahkan.”
       Dari ayat tersebut bisa disimpulkan, bagaimana seseorang dapat melindungi diri, keluarganya sedangkan dia sendiri tidak mengetahui apa-apa. Inilah salah satu pentingnya  pendidikan dalam lingkungan keluarga.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Disebut sebagai lingkungan atau lembaga pendidikan pertama Karena sebelum manusia mengenal lembaga pendidikan yang lain, lembaga pendidikan inilah yang pertama ada. Selain itu manusia mengalami proses pendidikan sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan pertama kali adalah dalam keluarga.
Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah. Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti (nucleus family: ayah, ibu, dan anak), ataupun keluarga yang diperluas (disamping inti, ada orang lain: kakek/ nenek, adik/ipar, pembantu, dan lain-lain).[4] Pada umumnya jenis kedualah yang banyak ditemui dalam masyarakat Indonesia. Meskipun ibu merupakan anggota keluarga yang mula-mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun pada akhirnya seluruh anggota keluarga itu ikut berinteraksi dengan anak. Di samping factor iklim sosial itu, faktor-faktor lain dalam keluarga itu ikut pula mempengaruhi tumbuh kembangnya anak, seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran, keadaan perumahannya, dan sebagainya. Dengan kata lain, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh keseluruhan situasi dan kondisi keluarganya.
Sehubungan dengan itu, Fuad Ichsan, (1995). Mengemukakan. Fungsi lembaga pendidikan keluarga sebagai berikut :
1.    Merupakan pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak, pengalaman ini merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan berikutnya.
2.    Pendidikan di lingkungan keluarga dapat menjamin kehidupan emosional anak untuk tumbuh dan berkembang. Kehidupan emosional ini sangat penting dalam pembentukan pribadi anak.
3.    Di dalam keluarga akan terbentuk pendidikan moral,  keteladanan orang tua dalam bertutur kata dan berprilaku sehari-hari akan menjadi wahana pendidikan moral bagi anak dalam keluarga tersebut guna membentuk manusia susila.
4.    Di dalam  keluarga akan tumbuh sikap tolong menolong, tenggang rasa, sehingga tumbuhlah kehidupan keluarga yang damai dan sejahtera.
5.    Keluarga merupakan lembaga yang berperan dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan   agama.
6.    Di dalam konteks membangun anak sebagai makhluk individu agar anak dapat mengembangkan dan menolong dirinya sendiri, maka keluarga lebih cenderung untuk menciptakan kondisi yang dapat menumbuhkembangkan inisiatif, kreativitas, kehendak, emosi, tanggung jawab, keterampilan dan kegiatan lain.
Dalam kajian antropologis disebutkan bahwa manusia mengenal pendidikan sejak manusia ada. Pendidikan dimaksud adalah pendidikan keluarga. Pendidikan dimaksud berlangsung pada masyarakat masih tradisional. Dalam masyarakat demikian struktur masyarakat masih sangat sederhana, sehingga horizon anak sebagian besar masih terbatas pada keluarga. Fungsi keluarga pada masyarakat demikian meliputi fungsi produksi dan fungsi konsumsi sekaligus secara absolut. Kedua fungsi ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak selanjutnya.
Kehidupan masa depan anak pada masyarakat primitive mudah dipresiksi. Hampir dapat dipastikan bahwa kehidupan generasi sang anak nyaris sama denganpola kehidupan sang orang tua. Hal ini karena kehidupan masa depan anak pada umumnya tidak terjadi banyak perubahan dari kehidupan orang tuanya. Sebagai contoh anak yang orang tuanya sebagai petani hampir dapat dipastikan bahwa anak tersebut akan menjadi petani. Kalau orang tua anak tersebut sebagai tukang kayu malah hampir dapat dipastikan anak tersebut akan menjadi tukang kayu.
Kondisi ini muncul karena anak merupakan bagian dari keluarga. Sementara dalam masyarakat tradisional upaya pemenuhan kebutuhan seluruh anggota keluarga dikerjakan secara bersama-sama oleh seluruh anggota keluarga, tanpa pembagian pekerjaan yang komplek. Orang tua bertanggung jawab penuh akan pendidikan anaknya. Tanggung jawab ini pada masyarakat tradisional tidak akan selesai sampai anaknya telah menikah. Hal ini karena seluruh “anaknya” akan menjadi bagian ari produksi keluarga besar orang tuanya.
Adanya berbagai tekanan dari luar dalam bentuk modernisasi, dan mobilitas sosial baik secara vertical maupun horizontal, fungsi kehidupan keluarga pun mengalami perubahan. Fungsi konsumsi keluarga relative tetap bertahan namun fungsi produksi mengalami banyak perubahan. Setiap keluarga tetap memerlukan pemenuhan kebutuhan sehari-hari namun tidak dapat disediakan sendiri. Dengan demikian keluarga telah mulai kehilangan fungsi produksinya.
Perubahan fungsi ini berkonsekuensi perubahan struktur keluarga dan pola pendidikannya. Keluarga modern cenderung terdiri dari keluarga inti dengan ukuran kecil, lebih demokratis, kemasingan (tidak tahu persis yang dilakukan anggota keluarga lain), dan cenderung pada pelayanan jasa dari pihak lain. Dengan demikian dalam proses pendidikan, anak tidak lagi sepenuhnya tergantung pada pendidikan dari orang tuanya seperti pada keluarga tradisional. Porsi pendidikan keluarga dari masyarakat modern cenderung berkurang, sebagian terbesar diambil alih oleh sekolah dan pendidikan dalam masyarakat ainnya seperti teman sebaya, organisasi sosial, kursus-kursus, dan lain-lain.
Selain itu dalam sejumlah keluarga “modern” mendelegasikan sebagian proses  pendidikan anaknya kepada orang yang digaji. Termasuk dalam kategori ini adalah para pembantu rumah tangga, penunggu bayi, atau anak, guru privat, dan lain-lain. Sejumlah ahli cenderung memandang negative fenomena ini. Menurut mereka fungsi-fungsi alami orang tua lebih-lebih ibu, tidak dapat didelegasikan kepada fihak lain.
Pendidikan keluarga disebut pendidikan utama karena didalam lingkungan ini segenap potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan sebagian dikembangkan. Bahkan ada beberapa potensi yang telah berkembang dalam pendidikan keluarga. Padahal para pakar pendidikan umumnya sepakat bahwa kemampuan pendidikan hanya pada batas potensi yang dimiliki manusia.
Bahkan Drost secara ekstrim menyebut bahwa pendidikan sekolah lebih banyak mengembangkan kemampuan akademis, sedangkan pengembangan kepribadian merupakan tugas pendidikan keluarga. Dengan demikian baginya pendidikan keluarga lebih utama daripada pendidikan sekolah.
Selain itu meskipun pada masyarakat modern ini keluarga telah kehilangan sejumlah fungsi namun keluarga masih merupakan lembaga yang paling penting dalam proses sosialisasi seorang anak. Karena keluarga yang memberikan setiap individu tuntunan serta contoh-contoh sejak lahir sampai dewasa.
Dalam hal jumlah waktu, walaupun ada variasi antar masing-masing orang, namun bagi sebagian besar anak manusia waktu terbanyak untuk pendidikan adalah berada dalam keluarga. Variasi waktu ini ditentukan oleh budaya, idealism, status sosial dan lain-lain, dari masing-masing keluarga. Sehubungan dengan itu maka kurang tepat kiranya kalua berbagai kenakalan remaja oleh masyarakat ditimpakan sepenuhnya pada sekolah.
Pendidikan keluarga dapat dipilih menjadi dua yaitu:
1.    Pendidikan pranatal
Pranatal berasal dari kata pre yang berarti sebelum, dan natal berarti lahir, jadi Pranatal adalah sebelum kelahiran, yang berkaitan atau keadaan sebelum melahirkan. Menurut pandangan psikologi Pranatal ialah aktifitas-aktifitas manusia sebagai calon suami istri yang berkaitan dengan hal-hal sebelum melahirkan yang meliputi sikap dan tingkah laku dalam rangka untuk memilih pasangan hidup agar lahir anak sehat jasmani dan rohani.[5] Pranatal merupakan segala macam aktifitas seseorang mencakup sebelum melakukan pernikahan, setelah melakukan pernikahan, melakukan hubungan suami istri, hamil hingga akan melahirkan. Aktifitas yang dimaksut merupakan segala tindak tanduk laki-laki maupun perempuan. Jadi para pemuda dan pemudi hendaknya segera memperhatikan tingkah lakunya, untuk membiasakan perilaku yang baik. Jika menginginkan anaknya memiliki perilaku yang baik pula.
Dalam pendidikan ini diyakini merupakan pendidikan untuk pembentukan potensi yang akan dikembangkan dalam proses pendidikan selanjutnya. Wujud praktek pendidikan prenatal cenderung merupakan kearifan masyarakat yang sangat dipengaruhi praktek-praktek budaya. Doa untuk si janin, neloni, mitoni, adanya sirikan untuk membunuh makhluk hidup kecuali menyebut si jabang bayi, dan lain-lain adalah merupakan wujud pendidikan ini dalam budaya jawa.
Hal lain yang layak diperhatikan dalam oendidikan prenatal ini adalah mungkin menghindari terjadinya kelahiran anak yang tidak diinginkan (unwanted child). Anak-anak demikian menurut Retno Sriningsih Satmoko akan mengalami berbagai kendala dalam pendidikan selanjutnya. Munculnya kelahiran anak demikian tidak hanya monopoli pasangan remaja pranikah. Banyak dari pasangan resmi yang mengalaminya, misalnya karena jenis kelamin yang tidak sesuai dengan keinginan orang tua, jarak kelahiran yang tidak sesuai dengan harapan orang tua, belum siap secara ekonomi, kegagalan kontrasepsi, dan lain-lain.
Orang tua atau pengganti orang tua yang menjadi pendidik dalam pendidikan keluarga. Orang tua dalam hal ini dikatakan sebagai pendidik karena kodrati. Hal ini karena kependidikannya lebih bersifat cinta kasih alamiah. Dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan anaknya meliputi hal-hal berikut:
a.    Motivasi cinta kasih saying yang menjiwai hubungan orang tua dengan anak. Cinta kasih ini mendorong dikap dan tindakan untuk menerima tanggung jawan dan mengabdikan hidupnya untuk sang anak.
b.    Motivasi kewajiban moral, sebagai konsekuwensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Tanggung jawab moral ini meliputi nilai nilai religious spiritual untuk memelihara martabat dan kehormatan keluarga,
c.    Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga, yang pada gilirannya juga menjadi bagian dari masyarakat. Tanggung jawab sosial ini merupakan perwujudan tanggung jawab kekeluargaan.
Pendidikan dalam kandungan telah dilakukan sejak lama bahkan Nabi Zakaria a.s dapat menjadi sebuah teladan dalam pendidikan pranatal. Salah satu metode yang dicontohkan oleh nabi Zakariya a.s ialah dengan menggunakan methode do’a. sebagaimana dalam surat Ali Imran ayat 35 :
Artinya: “(Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya Aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui". (Q.S. Ali-Imran 3:35).
2.    Pendidikan postnatal
Post-natal merupakan masa setelah bayi dilahirkan. Faktor- factor yang mempengaruhi perkembangan pasca lahir merupakan kondisi lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang bayi setelah dilahirkan. Yang termasuk lingkungan post natal antara lain:
a.    Faktor Biologis
1.  Ras/ suku bangsa
Pertumbuhan dipengaruhi oleh ras/ suku bangsa. Seperti misalnya suku bangsa Eropa memiliki pertumbuhan fisik yang lebih tinggi daripada suku bangsa Asia.
2.      Jenis kelamin
Anak perempuan memiliki masa pertumbuhan lebih cepat daripada anak laki-laki, tetapi anak laki-laki memiliki masa pertumbuhan lebih lama daripada anak perempuan. Anak perempuan percepatan pertumbuhan badan mulai usia 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun. Sedangkan anak laki-laki percepatan pertumbuhan badan mulai usia 14 tahun dan berakhir pada usia 21 tahun.
3.      Gizi
Makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
4.      Perawatan kesehatan
Perawatan kesehatan anak tidak hanya kalau anak sakit, tetapi pemeriksaan kesehatan dan menimbang anak secara rutin setiap bulan. Dan yang paling penting adalah pemberian0020imunisasi.
b.      Faktor Fisik
1.      Cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah
Musim kemarau yang panjang dan bencana alam lainnya dapat berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Antara lain sebagai akibat gagalnya panen banyak anak yang kurang gizi. Adanya banjir juga mengakibatkan banyaknya penyakit sehingga mempengaruhi tumbuh kembang anak.
2.      Sanitasi
Sanitasi lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak. Misalnya kebersihan, baik kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan. Karena kebersihan yang kurang akan menyebabkan timbulnya bermacam penyakit. Misalnya diare, cacingan, malaria, demam berdarah. Selain itu polosi udara juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan anak. Misalnya polusi asap pabrik, kendaraan bermotor, maupun asap rokok dapat menyebabkan terganggunya pernafasan, sehingga menyebabkan pertumbuhan terganggu.
3.      Keadaan rumah
Misalnya ventilasi udara, cahaya, dan kepadatan hunian. Rumah yang sehat adalah rumah yang tersedia cukup ventilasi udara, cahaya serta rumah yang tidak sesak/sumpek.
c.       Faktor Psikososial
1.      Stimulasi
Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapat stimulasi.
2.      Kelompok sebaya
Adanya atau tidaknya kelompok sebaya sangat penting untuk perkembangan social anak.
d.      Faktor Keluarga dan Adat Istiadat
1.      Pekerjaan dan pendapatan keluarga
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua mampu menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun sekunder.
2.      Pendidikan ayah ibu.
Pendidikan orang tua merupakan salah satu factor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua akan menerima segala informasi dari luar terutama bagaimana cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikan dsb.
3.      Jumlah saudara
Jumlah saudara yang banyak mengakibatkan berkurangnya perhatian orang tua terhadap perkembangan anak.
4.      Stabilitas rumah tangga.
Keharmonisan rumah tangga mempengaruhi tumbuh kembang anak.Tumbuh kembang anak akan berbeda pada anak yang berada pada keluarga yang harmonis dan pada keluarga yang kurang harmonis.
5.      Kepribadian orang tua.
Kepribadian orang tua yang terbuka tentu pengaruhnya berbeda tumbuh kembang anak bila dibandingkan dengan anak yang memilki orang tua yang memiliki kepribadian tertutup.
B.  Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah adalah lingkungan pendidikan yang utama setelah keluarga, karena pada lingkungan sekolah tersebut terdapat siswa-siswi, para guru, administrator, kepala sekolah, penjaga, dan lain-lain yang hidup bersama dan melaksanakan pendidikan secara teratur dan terencana dengan baik.[6]
Bertahun tahun sepanjang rentang peradabannya, pada awalnya manusia hanya mengenal pendidikan keluarga dan pendidikan dalam masyarakat. Pendidikan dalam masyarakat pun hanya dikenal manusia secara informal. Hal ini terjadi pada saat manusia dalam kehidupan primitive. Pada masyarakat demikian pendidikan informal dari orang tua dan masyarakat dirasa cukup untuk bekal hidup dalam masyarakat bersangkutan. Kondisi demikian dimungkinkan karena struktur sosial masyarakat belum kompleks, sehingga horizon anak sebagian besar masih dalam keluarga. Seorang anak dalam masyarakat demikian tidak memerlukan persiapan khusus untuk mempelajari sesuatu dalam mempersiapkan kehidupan untuk masa dewasanya. Mereka cukup belajar dari orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Dalam proses pendidikan yang dijalani bersifat spontan tidak melalui proses perencanaan yang matang. Oleh karenanya para pelaku pendidikan baik anak, orang tua, atau masyarakat tidak menyadari adanya proses belajar mengajar. Dengan mengacu pendapat Margaret Mead yang dikutip Sastra Prateja pendidikan pada waktu itu disebut paska-figuratif. Pendidikan paska-figuratif adalah pendidikan yang menekankan peserta didik untuk meniru figure “pendidik”. Dengan demikian pendidikan sifatnya hanya konservatif.
Setelah karena perkembangan peradaban manusia, orang tua merasa “tidak mampu” lagi untuk mendidik anaknya. Pada masyarakat yang semakin komplek dan terspesialisasi, seorang anak memerlukan persiapan yang khusus untuk memasuki usia dewasa. Persiapan ini memerlukan waktu yang khusus, tempat yang khusus, dan proses yang khusus pula. Dengan demikian secara objektif orang tua memerlukan lembaga tertentu untuk menggantikan sebagian fungsinya sebagai pendidik. Lembaga ini dalam perkembangan lebih lanjut dikenal denga sekolah. Secara hakiki sekolah tersebut bukan mengoper tugas orang tua sebagai pendidik tetapi sekedar pelengkap pendidikan yang diberikan oleh orang tua.
Di Indonesia sekolah pada awalnya berupa percantrikan. Peserta didiknya disebut cantrik. Pendidikan disebut guru atau suhu. Isi pendidikannya adalah agama (Agama Hindu dan Budha), ulah kanuragan dan jaya kawijayan (bela diri), kesusasteraan, nggah-ungguh atau etika.
Percantrikan pada awalnya hanya diperuntukkan bagi para keturunan bangsawan (priyayi), namun setelah perkembangan lebih lanjut masyarakat jelata pun mengembangkannya dibantu oleh para pujangga bijak kerajaan. Percantrikan yang demikian lebih menekankan pendidikan ulah kanuragaan dan jaya kawijayaan dengan harapan mereka dapat menjadi prajurit.
Setelah islam masuk ke Indonesia percantrikan secar sinkritisme dikembangkan menjadi pondok pesantren dari kata pondok pesantrian. Peserta didiknya disebut santri dan pendidiknya disebut Kyai atau Nyai. Isi pendidikannya pada awalnya tidak jauh berbeda dengan percantrikan yang berbeda hanya agamanya islam. Perkembangan lebih lanjut, bukan berarti percantrikan hilang. Pecantrikan dimanfaatkan oleh kelompok “abangab”, sehingga ada semacam dikotomi antara abagan dan santri.
Setelah orang barat masuk ke Indonesia, system pendidikan ikut terpengaruh karenanya. Orang barat khususnya Belanda memperkenalkan system pendidikan mereka. Sistem pendidikan ini lebih banyak merasuki pada kalangan Bangsawan dan timur jauh daripada rakyat jalata. Sementara kaum populis tetap mengembangkan system pendidikan pondok pesantren. Pondok pesantren semakin mendapat tempat setelah orang orang Indonesia mengembangkan faham kebangsaan dalam rangka mengusir penjajah. Sementara itu istilah sekolah nampaknya bersumber dari system pendidikan Belanda (School).
Dalam perkembangan lebih lanjut pendidikan sekolah yang dikembangkan oleh pemerintahan karena dianggap lebih modern dan nasionalis (mampu menampung berbagai perbedaan faham, golongan, agama, suku, dan lain-lain).
Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sekolah telah mencapai posisi yang sangat sentral dan belantara pendidikan manusia. Sekolah tidak lagi berfungsi sebagai pelengkap pendidikan keluarga. Hal ini karena pendidikan telah berimbas pola piker ekonomi yaitu efektifits dan efisiensi. Pola piker efektifitas dan efisiensi ini telah menjadi semacam ideologi dalam pendidikan.
Dasar tanggung jawab sekolah akan pendidikan meliputi tiga hal, yaitu:
1.    Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku (perundangan dalam pendidikan).
2.    Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk isi, tujuan dan jenjang pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan negara.
3.    Tanggung jawab fungsional adalah tanggung jawab professional pengelola dan pelaksanaan pendidikan yang menerima keteteapan berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatannya. Tanggung jawab tersebut merupakan perlimpahan sebagian tangung jawab orang tua dan masyarakat dalam bidang pendidikan.
Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan, diantaranya adalah:
1.    Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik
2.    Sekolah memberikan oendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan rumah.
3.    Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu yang sifanya mengembangkan kecedasan dan pengetahuannya.
Sumbangan sekolah terhadap pendidikan itulah, maka sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1.    Tumbuh sesudah keluarga.
2.    Lembaga pendidikan formal.
3.    Lembaga pendidikan yang bersifat kodrati.
Pendidikan sekolah juga mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu:
1.    Diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hierarkis.
2.    Usia siswa disuatu jenjang relative homogen.
3.    Waktu pendidikan relative lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan.
4.    Isi pendidikan (materi) kebih banyak yang bersifat akademis dan umum.
5.    Mutu pendidikan sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap kebutuhan dimasa yang akan datang.
C.  Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang. Masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Secara sederhana masyarakat adalah kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama.Setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu.
Pendidikan masyarakat merupakan pendidikan yang menunjang pendidikan keluarga dan sekolah. Masyarakat besar pengaruhnya dalam member arah terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya ( Drajat, 1992). Semua anggota masyarakat memikul tanggung jawab membina, memakmurkan, memperbaikimemikul tanggung jawab membina, memakmurkan, memperbaiki, mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang makruf melarang yang mungkar dimana tanggung jawab manusia melebihi perbuatan-perbuatannya dan maksud-maksudnya, sehingga mencakup  masyarakat tempat ia hidup dan alam sekitar yang terjadi di sekelilingnya atauterjadi dari orang lain.
Menurut Soerjono Soekanto (1988), dalam setiap masyarakat, baik yang sederhana maupun yang komplek, terbelakang atau maju, pasti terdapat pranata-pranata sosial (social intitutions). Kalau dianalisis paling tidak ada 5 pranata sosial yang terdapat dalam setem masyarakat, yaitu:
1.      Pranata Pendidikan
2.      Pranata Ekonomi
3.      Pranata Politik
4.      Pranata Teknologi
5.      Pranata Moral atau etika
Meski ada berbagai perbedaan wujud dan intensitas masing-masing pranata sosial antar masing-masing masyarakat, namun masing-masing pranata mempunyai tugas atau fungsi yang kurang lebih sama untuk setiap masyarakat. Pranata pendidikan secara umum mempunyai tugas dalam upaya sosialisasi, sehingga setiap warga masyarakat mempunyai kepribadian yang mendekati harapan masyarakat bersangkutan. Pranata ekonomi bertugas mengatur upaya pemenuhan kemakmuran hidup sehinga masing-masing anggota memperoleh kelayakan secara ekonomis. Pranata politik bertugas menciptakan integritas dan stabilitas masyarakat. Pranata teknologi berupaya menciptakan teknik untuk mempermudah kehidupan manusia. Sedangkan pranata moral mengurusi nilai dan penyikapan atau tindakan dalam pergaulan di masyarakat.
Masing-masing pranata sosial tersebut mempunyai hubungan interdependensi yang kuat. Dalam rangka kepraktisan analisis, pranata pendidikan disatu pihak dan pranata yang lain di pihak yang lain. Dengan kata lain telah terjadi kesenjangan antara sekolah dan masyarakat.
Kaitan antara masyarakat dengan pendidikan dapat ditinjau dari beberapa segi yakni :
a.       Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang di lembagakan maupun yang tidak di lembagakan.
b.      Lembaga-lembaga kemasyarakatan atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif.
c.       Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar baik yang dirancang maupun dimanfaatkan. Perlu pula di ingat bahwa manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya untuk meningkatkan dirinya.     
Dari ketiga kaitan antara masyarakat dan pendidkan tersebut dapat dilihat peran yang telah disumbangkan dalam  rangka tujuan pendidikan Nasional,yaitu berupa membantu penyelenggaraan  pendidikan, membantu  pengadaan tenaga, biaya, prasarana, dan sarana, menyediakan lapangan kerja, dan membantu mengembangkan profesi baik langsung maupun tidak.
Secara kongkrit peran dan fungsi pendidikan kemasyarakatan dapat dikemukakan sebagai berikut :
a.       Memberikan kemampuan professional untuk mengembangkan karir melalui kursus penyegaran, penataran, lokakarya, seminar, konperensi ilmiah dan sebagainya.
b.      Memberikan kemampuan teknis akademik dalam suatu system pendidikan nasional seperti sekolah terbuka, kursus tertulis, pendidikan melalui radio, dan televisi  dan sebagainya.
c.       Ikut serta mengembangkan kemampuan kehidupan beragama melalui pesantren, pengajian,  pendidikan agama di surau/langgar, biara, sekolah minggu dan sebagainya.
d.      Mengembangkan kemampuan kehidupan sosial budaya melalui bengkel seni, teater, olahraga, seni bela diri, lembaga pendidikan spiritual dan sebagainya.
e.       Mengembangkan keahlian dan keterampilan melalui sistem magang untuk menjadi ahli bangunan, muntir, dan sebagainya. 
Lingkungan masyarakat mempunyai andil yang besar dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional, dalam peranannya antara lain :
a.        Pendidikan manusia sebagai makhluk individu, lingkungan masyarakat berperan dalam membantu pembentukan manusia yang cerdas, sesuai dengan kondisi dan fungsi dari masing-masing pendidikan tersebut.
b.       Pendidikan manusia sebagai makhluk susila (kemasyarakatan), yang berkaitan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila sebagai falsafah hidup bangsa, dan pancasila sebagai dasar negara.
c.       Pendidikan manusia sebagai makhluk sosial, lingkungan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung memang ditumbuhkembangkan sebagai makhluk individu dan susila, yang secara bersama-sama mampu menciptakan kehidupan bersama secara bertanggungjawab, untuk mencapai kesejahteraan sosial yang dinamis dengan sikap makaryanya.
d.      Pendidikan manusia sebagai makhluk religious, maka lingkungan masyarakat banyak memberikan andil dalam pembekalan yang berhubungan dengan masalah keagamaan.

D.  Pengaruh Timbal Balik Antara Ketiga Lingkungan Pendidikan Terhadap Pengaruh Lingkungan Peserta Didik.
Tumbuh kembangnya anak pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni hereditas, lingkungan, proses perkembangan dan anugerah. Khusus untuk faktor lingkungan peranan tripusat pendidikan itulah yang menentukan baik secara sendiri-sendiri  maupun bersama-sama. Terutama melakukan kegiatan pendidikan dalam bentuk membimbing, mengajar dan melatih dalam suasana belajar dan proses pembelajaran. Peranan ketiga tripusat pendidikan itu bervariasi, meskipun ketiganya melakukan tiga kegiatan pokok pendidikan tersebut.
Setiap pusat pendidikan perlu ditingkatkan kontribusinya terhadap  perkembangan peserta didik, keserasian antara kontribusi itu ,serta kerja sama yang erat dan harmonis antara tripusat tersebut. Berbagai upaya di lakukan agar program-program pendidikan dari setiap pusat pendidikan. Saling mendukung dan memperkuatkan antara satu dan yang lainnya.
Dilingkungan keluarga telah di upaya kan berbagai hal seperti perbaikan gizi, permainan edukatif, penyuluhan orang tua dan sebagainya, yang dapat menjadi landasan pengembangan selanjutnya disekolah dan masyarakat. Dilingkungan sekolah di upayakan berbagai hal seperti adanya organisasi orang tua siswa, kunjungan rumah oleh personal sekolah dan sebagainya. Selanjutnya juga sekolah mengupayakan agar program yang erat kaitannya dengan masyarakat sekitarnya (siswa kemasyarakat ,narasumber dari masyarakat ,sekolah dan sebagainya).
Akhirnya lingkungan masyarakat mengusahakan berbagai kegiatan atau program yang menunjang/melengkapi program keluarga dan sekolah. Dengan kontribusi tripusat pendidikan yang saling memperkuat dan melengkapi itu akan memberi peluang mewujudkan sumber manusia terdidik yang bermutu. Kerja sama seperti ini dituangkan dalam UUSPN No.20 tahun 2003 yang berbunyi “komite sekolah/madrasah,adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.




BAB III
KESIMPULAN
A.  Kesimpulan
Pendidikan adalah usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, karena dimanapun dan kapanpun di dunia terdapat pendidikan. pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri, yaitu untuk membudayakan manusia.
Esensi dari pendidikan adalah pengalihan (transmisi) kebudayaan (ilmu pengetahuan, teknologi, ide-ide, etika dan nilai-nilai spiritual serta estetika) dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda dalam setiap masyarakat atau bangsa.
Lingkungan merupakan suatu komponen system yang ikut menentukan keberhasilan proses pendidikan. Para pakar pendidikan umumnya sepakat bahwa lingkungan berkorelasi positif terhadap keberhasilan seseorang. Adanya pepatah kebo gupak neler-neler (orang yang jahat akan mempengaruhi orang lain yang ada didekatnya untuk berbuat jahat); lingkungan yang baik akan membuat orang baik dan lingkungan yang buruk akan membuat orang jelek; wong kang alim kumpulono (berkumpulah para orang-orang yang berilmu), ini menandakan dukungan terhadap tesis tersebut.
Lingkungan meliputi kondisi dan alam dunia ini dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life process (Purwanto, 1994: 59). Meskipun lingkungan tidak bertanggung jawab terhadap kedewasaan anak didik, namun merupakan factor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya sangat besar  pengaruhnya terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal dalam satu lingkungan yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi anak.
Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa benda mati, makhluk hidup, ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk kondisi masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada individu. Seperti lingkungan tempat pendidikan berlangsung dan lingkungan tempat anak bergaul. Lingkungan ini kemudian secara khusus disebut sebagai lembaga pendidikan sesuai dengan jenis dan tanggungjawab yang secara khusus menjadi bagian dari karakter lembaga tersebut.
Lingkungan keluarga adalah tempat anak dilahirkan. Disinilah pertama kali ia mengenal nilai dan norma. Pendidikan di lingkungan keluarga berfungsi untuk memberikan dasar dalam menumbuhkembangkan anak sebagai makhluk individu, sosial, susila,dan religius.
Sekolah adalah lingkungan kedua bagi anak. Di sekolah ia mendapatkan pendidikan yang intensif. Disinilah potensi anak akan ditumbuhkembangkan. Sekolah merupakan tumpuan dan harapan orangtua dan masyarakat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di lingkungan masyarakat anak akan mendapat pendidikan. Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan ketiga yang ikut bertanggungjawab dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa..
Semua lingkungan pendidikan sangat berperan besar dalam pelaksanaan pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri baik bagi diri peserta didik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial, susila, serta makhluk religius.

B.  Saran
Demikian makalah yang dapat kami buat,kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam makalah ini. Oleh karena itu, saya mohon kritik dan saran dari pembaca. Agar penulis dapat memperbaiki makalah yang selanjutnya.














DAFTAR PUSTAKA

Umar Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan, PT Asdi Mahasatya, Jakarta, 2008
Abdul Kadir, Dasar-dasar Pendidikan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012
Binti Maunah, Landasan Pendidikan, Penerbit Teras, Yogyakarta, 2009
Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan: Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini,Gema Insani,
       Jakarta, 2004



[1] Umar Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan, PT Asdi Mahasatya, Jakarta, Hlm.162
[2] Abdul Kadir, Dasar-dasar Pendidikan, Kencana Prenada Media Group,Jakarta, 2012, hlm. 59
[3] A. Malik Fadjar. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam. (Jakarta: LP3NI, 1998), hlm. 54
[4] Binti Maunah, Landasan Pendidikan, Penerbit Teras, Yogyakarta, 2009. Hlm.178
[5] Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan: Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini,(Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 9
[6] Binti Maunah, Landasan Pendidikan, Penerbit Teras, Yogyakarta, Hlm.180