Senin, 27 Februari 2017

Pancasila Dalam Kajian Sejarah

BAB 1
PENDAHULUAN

A.  Pengertian Pancasila dalam Kajian Sejarah
Sebuah Negara pada hakikatnya dibangun berdasarkan suatu landasan yang kemudian dijadikan dasar Negara. Pengertian dasar negara sendiri yaitu alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia pun juga dibangun berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila.
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Nilai-nilai essensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan. Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat serta teramalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup.
Menilik sejarah bangsa Indonesia, proses terbentuknya negara dan bangsa Indonesia sendiri yaitu sejak zaman batu kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada abad ke IV, ke V kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak pada abad ke VII, yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya dibawah wangsa Syailendra di Palembang, kemudian kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan lainnya.
Dalam kaitannya dengan sejarah bangsa Indonesia, Pancasila dibagi menjadi 5 era, yaitu:
1.    Era Pra Kemerdekaan
2.    Era Kemerdekaan
3.    Era Orde Lama
4.    Era Orde Baru
5.    Era Reformasi

BAB II
KAJIAN SINGKAT PANCASILA DALAM LIMA ERA

A.  Era Pra Kemerdekaan
1.    Zaman Pra Sejarah
Pada masa prasejarah tersebut, sebenarnya inti dari kehidupan mereka adalah nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Yaitu:
a.    Nilai Religius
Adanya sistem penguburan mayat diketahui dari ditemukannya kuburan serta kerangka di dalamnya. Adanya keyakinan terhadap pemujaan roh leluhur juga dan penempatan menhir (kubur batu) di tempat-tempat yang tinggi yang dianggap sebagai tempat roh leluhur, tempat yang penuh keajaiban dan sebagai batas antara dunia manusia dan roh leluhur.
b.      Nilai Perikemanusiaan
Misalnya penghargaan terhadap hakikat kemanusiaan yang ditandai dengan penghargaan yang tinggi terhadap manusia meskipun sudah meninggal. Hal ini menggambarkan perilaku berbuat baik terhadap sesama manusia, yang pada hakekatnya merupakan wujud kesadaran akan nilai kemanusiaan.
c.       Nilai Kesatuan
Adanya kesamaan bahasa Indonesia sebagai rumpun bahasa Austronesia, sehingga muncul kesamaan dalam kosa kata dan kebudayaan.
d.      Nilai Musyawarah
Kehidupan mereka berkelompok dalam desa-desa, klan, marga atau suku yang dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih secara musyawarah berdasarkan Primus Inter Pares (yang pertama diantara yang sama).
e.       Nilai Keadilan Sosial
Dikenalnya pola kehidupan bercocok tanam secara gotong-royong berarti masyarakat pada saat itu telah berhasil meninggalkan pola hidup foodgathering menuju ke pola hidup foodproducing. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat itu upaya kearah perwujudan kesejahteraan dan kemakmuran bersama sudah ada.

2.    Kerajaan Kutai
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti yang berupa 7 yupa (tiang batu). Diyakini prasasti tersebut berasal dari kerajaan yang bernama Kutai. Berdasarkan prasasti tersebut dapat diketahui bahwa Raja Mulawarman keturunan dari raja Aswawarman keturunan dari Kudungga. Raja Mulawarman mengadakan kenduri dan memberikan sedekah kepada Brahmana dan para Brahmana membangun Yupa itu sebagai tanda terima kasih kepada raja yang dermawan. Masyarakat Kutai yang membuka zaman sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-nilai politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana.

3.    Kerajaan Sriwijaya
Tata pemerintahan atas dasar musyawarah dan keadilan sosial telah terdapan sebagai asas-asas yang menjiwai bangsa Indonesia, yang dihayati serta dilaksanakan pada waktu itu, hanya saja belum dirumuskan secara konkrit. Dokumen tertulis yang membuktikan terdapatnya unsur-unsur tersebut ialah prasasti-prasasti di Telaga Batu, Kedudukan Bukit, Karang Brahi, Talang Tuo, dan Kota Kapur.
Nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila :
a.    Nilai Sila Pertama :
Terwujud dengan adanya umat agama Budha dan Hindu hidup berdampingan secara damai. Pada kerajaan Sriwijaya terdapat pusat kegiatan pembinaan dan pengembangan agama Budha
b.    Nilai Sila Kedua
Terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India (Dinasti Harsha). Pengiriman para pemuda untuk belajar di India. Telah tumbuh nilai-nilai politik luar negeri yang bebas dan aktif.
c.    Nilai Sila Ketiga
Sebagai negara maritime, Sriwijaya telah menerapkan konsep negara kepulauan sesuai dengan konsepsi Wawasan Nusantara.
d.    Nilai Sila Keempat
       Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas, meliputi (Indonesia saat ini) Siam, Semenanjung Melayu.

e.    Nilai Sila Kelima
Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan, sehingga kehidupan rakyatnya sangat makmur.

4.    Kerajaan Majapahit
a.    Sila Pertama
       Terbukti saat agama Hindu dan Budha hidup berdampingan secara damai. Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365) yang di dalamnya telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu Tantular mengarang buku Sutasoma dimana dalam buku itu terdapat seloka persatuan nasional yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda beda, namun satu jua dan tidak ada agama yang memiliki tujuan yang berbeda.
b.      Sila Kedua
      Hubungan raja Hayam Wuruk dengan baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa dan Kamboja. Mengadakan persahabatan dengan negara tetangga atas dasar “Mitreka Satata”.
c.       Sila Ketiga
      Terwujud dengan keutuhan kerajaan, dan Sumpah Palapa yang berisi cita cita mempersatukan seluruh nusantara.
d.      Sila Keempat
      Kerajaan Majapahit menurut prasasti Brumbung (1329) dalam tata pemerintahan, terdapat semacam penasehat yang memberikan nasihat kepada raja.
e.       Sila Kelima
      Terwujud dengan berdirinya kerajaan selama beberapa abad yang ditopang dengan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

5.    Zaman Penjajahan
       Pada permulaan abad XVI maka berkembanglah agama islam dengan pesatnya di Indonesia, seperti kerajaan Demak. Dan disaat itu mulailah berdatangan orang orang Eropa di Nusantara, antara lain orang Portugis yang kemudian diikuti orang orang Spanyol yang ingin mencari rempah rempah.
       Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang awalnya berdagang adalah orang orang bengsa Portugis, namun lama kelamaan bangsa Portugis mulai menunjukkan peranannya dalam bidang perdagangan yang meningkat menjadi praktek penjajahan misalnya Malaka sejak tahun 1511 dikuasai oleh Portugis.
       Pada akhir abad ke XVI Bangsa Belanda datang juga ke Indonesia. Untuk menghindarkan persaingan diantara mereka sendiri (Belanda) kemudian mereka mendirikan suatu perkumpulan dagang yang bernama V.O.C.,(Verenigde Oost Indische Compagnie), yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah ‘Kompeni’. Belanda pada awalnya menguasai daerah-daerah yang strategis yang kaya akan hasil rempah-rempah pada abad ke XVII dan nampaknya semakin memperkuat kedudukannya dengan didukung oleh kekuatan militer.
       Pada abad itu sejarah mencatat bahwa Belanda berusaha dengan keras untuk memperkuat dan mengintensifkan kekuasaan di Indonesia. Melihat praktek-praktek penjajahan Belanda tersebut maka meledaklah perlawanan rakyat di berbagai wilayah nusantara

6.    Zaman Kebangkitan Nasional
Di indonesia bergolaklah kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu kebangkitan nasional (1908) dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dengan Budi Utomonya. Gerakan ini lah yang merupakan awal gerakan nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki kehormatan akan kemerdekaan dan kekuasaannya sendiri.
Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 mei 1908 inilah yang merupakan pergerakan nasional, sehingga segera setelah itu muncullah organisasi-organisasi pergerakan lainnya. Organisasi-organisasi pergerakan nasional itu antara lain : Sarakat Dagang Islam (SDI) (1909), yang kemudian dengan cepat mengubah bentuknya menjadi gerakan politik dengan mengganti namanya menjadi Sarikat Islam (SI) tahun (1911) di bawah H.O.S. Cokroaminoto.
Berikutnya muncullah Indische Partij (1913),yang di pimpin oleh tiga serangkai yaitu: Douwes Dekker,Ciptomangunkusumo, Suwardi Suryaningrat (yang kemudian lebih di kenal dengan nama Ki Hajar Dewantoro), partai ini tidak menunjukkan keradikalannya, sehingga tidak dapat berumur panjang karena pemimpinnya di buang di luar negeri (1913).
Dalam siuasi yang menggoncangkan itu muncullah Partai Nasional Indonesia (PNI) (1927) yang dipelopori oleh Soekarno, Cipto mangunkusumo, Sartono dan tokoh lainnya. Perjuangan Nasional Indonesia di titik beratkan pada kesatuan nasional dengan tujuan Indonesia Merdeka. Tujuan ttu kemudian diikuti dengan tampilnya golongan pemuda yang tokoh-tokohnya antara lain : M. Yamin, Wongsonegoro, Kuncoro Purbo Pranoto, Serta tokoh-tokoh muda lainnya. Perjuangan rintisan kesatuan Nasional kemudian diikuti dengan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air Indonesia. Lagu Indonesia Raya pada saat ini pertama kali dikumandangkan dan sekaligus sebagai penggerak kebangkitan kesadaran berbangsa.

7.    Zaman Sebelum Proklamasi
Pada tanggal 29 Mei 1945 dibentuk Suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuriti Zyunbi Tioosakai.
Sidang BPUPKI Pertama dilakukan untuk menentukan dasar Negara Indonesia. Sidang berlangsung selama empat hari, berturut-turut yang tampil untuk berpidato menyampaikan usulannya adalah sebagai berikut:
A.    Mr. Muh Yamin (29 Mei 1945)
     Dalam pidatonya 29 Mei 1945 Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan dasar negara Indonesia sebagai berikut :
I.          Peri Kebangsaan
II.       Peri Kemanusiaan,
III.    Peri Ketuhanan
IV.    Peri Kerakyatan (Permusyawaratan, Perwakilan, Kebijaksanaan )
V.      Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial)
B.     Prof.Dr. Soepomo (31 Mei 1945)
Prof. Dr. Soepomo Mengemukakan teori-teori :
I.          Teori negara perseorangan (individualis).
II.       Paham negara kelas (Class Theory)
III.     Paham negara Integralistik, yang diajarkan oleh Spinoza, adam muler Hegel (abad 18 dan 19).
C.     Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Usulan dasar negara dalam sidang BPUPKI Pertama berikutnya adalah pidato dari Ir. Soekarno yang disampaikan lisan tanpa teks, Beliau mengusulkan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yang rumusannya adalah:
I.         Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
II.     Internasionalisme (peri Kemanusiaan)
III.  Mufakat (Demokrasi)
IV.   Kesejahteraan sosial
V.      Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)

B.  Era Kemerdekaan
Secara ilmiah proklamasi kemerdekaan dapat mengandung pengertian sebagai berikut:
1.    Dari sudut ilmu hukum proklamasi merupakan saat tidak berlakunya tertib hukum kolonial, dan saat mulai berlakunya tertib hukum nasional.
2.    Secara politis ideologi proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia terbatas nasib sendiri dalam suatu Negara proklamasi republik Indonesia.

Pergolakan politik dalam negeri seperti berikut ini:
a.       Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
Sebagai hasil dari konferensi meja bundar (KMB) maka ditanda tangani suatu persetujuan (mantel resolusi) Oleh Ratu Belanda Yuliana dan wakil pemerintah RI di Kota Den Hag pada tanggal 27 Desember 1949 maka berlaku pulalah secara otomatis anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya dengan konstitusi RIS, antara lain :
1.      Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis) yaitu 16 Negara pasal (1 dan 2)
2.      Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas demokrasi liberal dimana mentri-mentri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen (pasal 118 ayat 2)
3.      Mukadiamah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat maupun isi pembukaan UUD 1945, proklamasi kemerdekaan sebagai naskah Proklamasi yang terinci.
4.      Sebelum persetujuan KMB, bangsa Indonesia telah memiliki kedaulatan, oleh karena itu persetujuan 27 Desember 1949 tersebut bukannya penyerahan kedaulatan melainkan “pemulihan kedaulatan” atau “pengakuan kedaulatan”

b.      Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950
Terjadilah gerakan unitaristis secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu menggabungkan diri dengan Negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta, walaupun pada saat itu Negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja.
Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara bagian saja yaitu:
1.      Negara Bagian RI Proklamasi
2.      Negara Indonesia Timur (NIT)
3.      Negara Sumatera Timur (NST)
Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei 1950, maka seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan, dengan Konstitusi Sementara yang berlaku sejak 17 Agustus 1950. Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945, namun kenyataannya masih berorientasi kepada Pemerintah yang berasas Demokrasi Liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap Pancasila.
Pada akhir era ini, terjadi pergolakan politik yang tidak berujung. Hal inilah yang mendorong Presiden Soekarno megeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
C.  Era Orde Lama
Pada masa ini berlaku demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD 1945, Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetnu.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan lemahnya control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan.
Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi makin memburuk puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.
Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1969 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanaan, ketertiban dan ketenangan serta kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.

D.  Era Orde Baru
Di era Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung-agungkan. Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal.
Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman nilai-nilai Pancasila, yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Materi penataran P4 bukan hanya Pancasila, terdapat juga materi lain seperti UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Wawasan Nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisaikan pada seluruh komponen bangsa sampai level bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang lalu dilanjutkan di perguruan tinggi hingga di wilayah kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh melalui Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dengan metode indoktrinasi.
Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Pada era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila. Secara pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya mengenai keberadaan Pancasila, yang kesemuanya memberikan penilaian setinggi-tingginya terhadap Pancasila. Ketika Soeharto memberikan pidato dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu force yang dikemas dalam berbagai frase bernada angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan Pancasila sebagai “tuntunan hidup”, menjadi “sumber tertib sosial” dan “sumber tertib seluruh perikehidupan”, serta merupakan “sumber tertib negara” dan “sumber tertib hukum”. Kepada pemuda Indonesia dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1974, Soeharto menyatakan, “Pancasila janganlah hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan dihayati!” Dapat dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknanya selain Pancasila di Indonesia, pada saat itu, dan dalam era Orde Baru.
Meskipun dianggap Panccasila hal yang paling luhur dan diagung-agungkan, pada tahun-tahun akhir pemerintahan Presiden Soeharto malah banyak timbul KKN dan meningkatnyta inflasi. Hutang Indonesia semakin banyak dan ekonomi pun terpuruk. Puncaknya yaitu Mei 1998 yang akhirnya menyebabkan Presiden Soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh wakilnya B.J. Habibie.
E.  Era Reformasi
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar